-->

UNSUR INTRINSIK Roman  “Anak Perawan disarang Penyamun”                            





ANALISIS UNSUR INTRINSIK
Roman  “Anak Perawan disarang Penyamun”
Karya  “Sultan Takdir Alisjahbana”
                            

MAKALAH
Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas
    Mata Kuliah         : Teori Sastra
    Dosen Pengampu : Endah Kusumaningrum, M.Pd

Oleh :
Syamsul Faqih (40418025)

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PERADABAN
2018

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirobbil alamin saya panjatkan kepada Allah Swt yang senantiasa memberi rahmat hidayahnya kepada kami sehingga kami dalam keadaan sehat wal’afiat hingga sekarang ini. Dalam kesempatan ini kami bisa menyeleasaikan makalah dengan judul “Anak Perawan diSarang Penyamun” insya Allah kami selesaikan dengan baik walaupun jauh dari kesempurnaan. Saya ucapkan terima kasih kepada Dosen kami yang telah membimbing kami, dan juga kami ucapkan kepada teman yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Harapan kami dari pembaca untuk saran dan kritiknya yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Atas perhatian kami ucapkan terima kasih.

Penulis













DAFTAR ISI
PENGANTAR……………………………………………………………………1
DAFTAR ISI …………………………………………………………………….2
BAB 1     PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah………………………………………....................3
B.     Rumusan Masalah………………………………………………………......4
C.     Tujuan Penelitian.........…………………………………………………......5
BAB II  LANDASAN TEORI
1. Unsur Instinsik
       a. Tema............................................................................................................6
b. Tokoh dan Penokohan................................................................................6
c.  Alur (Plot)..................................................................................................8
d.  Latar...........................................................................................................8
e. Amanat........................................................................................................9
f. Gaya Bahasa................................................................................................9
g. Sudut pandang............................................................................................9
BAB 111 PEMBAHASAN
1. Unsur Instinsik
       a. Tema...........................................................................................................11
b. Alur Cerita................................................................................................. 11
c. Tokoh......................................................................................................... 12
d. Penokohan..................................................................................................12
e. Latar...........................................................................................................16
f. Gaya Bahasa...............................................................................................20
g. Sudut Pandang...........................................................................................20
h. Amanat.......................................................................................................23
BAB  1V  KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan sebuah totalitas. Sebagai sebuah totalitas, karya sastra terdiri atas unsur-unsur, bagian-bagian, yang berkaitan satu dengan yang lain dan menjalin ketergantungan. Unsur-unsur pembangun karya sastra itu kemudian dikelompokkan menjadi dua bagian, unsur intrinsik dan ekstrinsik (Nurgiyantoro, 2005:23).
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra. Unsur intrinsik dapat dijumpai dengan membaca karya sastra. Dalam penelitian ini, unsur intrinsik berfungsi menguraikan isi roman secara sistematis ke dalam unsur-unsur yang telah ditentukan dengan tujuan mempermudah pelaksanaan penelitian psikologi sastra sebagai fokus utama.
Unsur intrinsik menjangkau banyak hal dan batasnya adalah seluas karya sastra sebagai objek. Penelitian ini secara khusus membatasi unsur-unsur yang dikaji dalam penokohan, alur, dan latar sebagai fakta cerita. Analisis unsur intrinsik ini menjadi signifikan terhadap analisis psikologi sastra yang dilakukan dalam bab selanjutnya.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan yang dikemukakan dalam pendahuluan, masalah yang menjadi pokok perhatian penulis yakni bagaimanakah unsur instrinsik yang terkandung dalam cerpen “Anak Perawan disarang Penyamun”?.



C.Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari disusunnya makalah ini adalah menganalisa sedetail mungkin unsur instrinsik Roman “Anak Perawan Disarang Penyamun” karya Sultan Takdir Alisjahbana.
I.Pendekatan

Analisis struktur dalam penelitian ini merupakan kajian awal sebelum melaksanakan analisis psikologi sastra. Teeuw (2015:119) berpendapat bahwa analisis struktur tidak mutlak harus dilakukan, tetapi memang penting dan perlu sebagai upaya menyistematikkan proses membaca dan memahami karya sastra..
Pendekatan struktural terhadap karya sastra pada dasarnya bertujuan
mempermudah penelitian terhadap karya sastra dengan mengelompokkan unsur-unsur karya sastra secara eksplisit.
Karya sastra berdasarkan analisis struktural terdiri atas unsur-unsur yang memiliki keterkaitan antarhubungan satu-sama lain. Kaitan antarhubungan itu memiliki pertalian yang erat. Meskipun terpisah dan mempunyai batasan masing-masing, unsur-unsur itu tidak otonom, melainkan merupakan bagian dari situasi rumit dan dari hubungannya dengan unsur lain. Dalam memahami karya sastra terlebih dahulu haruslah memperhatikan jalinan antarunsur sebagai bagian dari keseluruhan (Pradopo, 2011:142).
Dalam penelitian ini diuraikan unsur-unsur intrinsik karya sastra yang mencakup: penokohan, alur, dan latar. Analisis struktural dilaksanakan sebagai upaya mempermudah pengungkapan nilai psikologis yang terdapat dalam roman “Anak Perawan di Sarang Penyamun”.
















BAB II
LANDASAN TEORI

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan di dalam karya sastra itu sendiri. Pada umumnya unsur instrinsik terdiri dari :
A. Tema
Menurut Stanton dan Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2010:66), tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Tema merupakan gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra. Dalam suatu karya sastra ada tema sentral dan ada pula tema sampingan. Yang dimaksud tema sentral adalah tema yang menjadi pusat seluruh rangkaian peristiwa dalam cerita. Sedangkan yang dimaksud tema sampingan adalah tema-tema lain yang mengiringi tema sentral.

B.Tokoh dan Penokohan
Tokoh dan penokohan merupakan unsure yang penting dalam karya naratif. Tokoh adalah individu ciptaan/ rekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa dalam cerita. Pada umumnya tokoh berwujud manusia, dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010:165) tokoh adalah orang(-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita, tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1.Tokoh sentral
adalah tokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita. Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu
a.Tokoh sentral protagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan positif atau menyampaikan nilai-nilai pisitif.
b.Tokoh sentral antagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau menyampaikan nilai-nilai negatif.
2.Tokoh tambahan
adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral.
Berdasarkan cara menampikan perwatakannya, tokoh dalam cerita dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.Tokoh datar/sederhana/pipih.
Tokoh datar yaitu tokoh yang diungkapkan atau disoroti dari satu segi watak saja. Tokoh ini bersifat statis, wataknya sedikit sekali berubah, atau bahkan tidak berubah sama sekali.
b.Tokoh bulat/komplek/bundar.
Tokoh bulat yaitu tokoh yang seluruh segi wataknya diungkapkan. Tokoh ini sangat dinamis, banyak mengalami perubahan watak.

Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Menurut Jones (dalam Nurgiyantoro, 2010: 165) penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Ada beberapa metode penyajian watak tokoh, yaitu:
1.Metode analitis/langsung/diskursif. Yaitu penyajian watak tokoh dengan cara memaparkan watak tokoh secara langsung.
2.Metode dramatik/tak langsung/ragaan. Yaitu penyajian watak tokoh melalui pemikiran, percakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang. Bahkan dapat pula dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh, melalui:
•Teknik cakapan
•Teknik perbuatan tokoh
•Teknik sikap tokoh
•Teknik pandangan seorang banyak tokoh terhadap tokoh tertentu
•Tenik pelukisan fisik
•Teknik pelukisan latar
•Teknik pelukisan perasaan tokoh
•Teknik naming (pemberian nama tertentu)

C.Alur (Plot)
Alur adalah urutan atau rangkaian peristiwa dalam cerita rekaan. Menurut Foster (dalam Nurgiyantoro, 2010: 113) plot atau alur adalah peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan kausalitas.
Alur dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.Alur maju,yaitu rangkaian peristiwa yang urutannya sesuai dengan urutan waktu kejadian.
2.Alur mundur, yaitu rangkaian peristiwa yang susunannya tidak sesuai dengan urutan waktu kejadian.
D.Latar
Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar disebut juga landas tumpu, menyaran pada pengertian empat, hubungan waktu, dan lingkungan social tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan, Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010: 216).
Latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, antara lain sebagai berikut :
1.Latar Tempat
Latar tempat mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah  karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu serta inisial tertentu.
2.Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah ” kapan ” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah ”kapan” teersebut biasanya dihubungkan dengan waktu.
3.Latar Suasana
Latar suasana berhubungan dengan keadaan yang membangun terciptanya suasana pada cerita tersebut. Biasanya latar suasana berupa ketegangan, kepanikan, keharmonisan, dan lain-lain.

E.Amanat
Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Amanat dapat disampaikan secara implisit yaitu dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir, dapat pula secara eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, larangan yang berhubungan dengan gagasan utama cerita.

F.Gaya Bahasa
Gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa kepribadian penulis (Keraf, 2004:113). Bahasa dalam cerpen memiliki peran ganda, bahasa tidak hanya berfungsi sebagai penyampai gagasan pengarang. Namun juga sebagai penyampai perasaannya. Beberapa cara yang ditempuh oleh pengarang dalam memberdayakan bahasa cerpen ialah dengan menggunakan perbandingan, menghidupkan benda mati, melukiskan sesuatu dengan tidak sewajarnya, dan sebagainya. Itulah sebabnya, terkadang dalam karya sastra sering dijumpai kalimat-kalimat khas.

G.Sudut pandang (point of view)
Sudut pandang menyaran kepada cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, da berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2010: 248).
Pembedaan sudut pandang yang akan dikemukakan berikut berdasarkan pembedaan yang telah umum dilakukan orang yaitu bentuk persona tokoh cerita: orang ketiga dan orang pertama.
1.Sudut pandang orang ketiga : ”Dia”
Pengisahan cerita yang menpergunakan sudut pandang persona ketiga gaya ”Dia”, narator adalah seorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya: ia, dia, mereka.
2. Sudut pandang orang pertama: ”Aku”
Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona pertama (first person point of view), ”aku”. Jadi: gaya ”aku”, narator adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si ”aku” tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa atau tindakan, yang diketahui,dilihat, didengar,dialami dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca.

















BAB III
PEMBAHASAN
  Unsur Instrinsik Roman “Anak Perawan Di Sarang Penyamun.”
A.Tema
Tema yang di gunakan dalam Roman “ Anak Perawan Di Sarang Penyamun.” Adalah Tema Percintaan  dan  perubahan sikap seseorang dari yang buruk menjadi baik.
B.Tokoh dan Penokohan
Tokoh dalam cerpen ini, yaitu :
1.Sayu
a.Berdasarkan peran tokohnya  tokoh ini termasuk dalam jenis tokoh utama, karena penulis menampilkan tokoh Taksu secara terus-menerus dalam cerita.
b.Berdasarkan fungsinya tokoh ini termasuk dalam tokoh protagonis, karena tokoh Sayu Menjadi perawan yang memiliki dendam kepada para penyamun yang dipimpin oleh Medasing, akan tetapi karena kelembutan hati dan sifatnya yang pemaaf, ia dapat meluluhkan hati Medasing yang di kenal kejam.
2.Medasing
a.Berdasarkan peran tokohnya  tokoh ini termasuk dalam jenis tokoh utama.
b.Berdasarkan fungsinya tokoh ini termasuk dalam tokoh Antagonis-Protagonis, Seorang penyamun jahat yang tidak punya iba-kasihan, tetapi akhirnya ia disadarkan   oleh  seorang   perawan  yang  lembut hatinya..
3.Sohan, Sanip, dan Tusin.

a.Berdasarkan peran tokohnya  tokoh ini termasuk dalam jenis tokoh pembantu.
b.Berdasarkan fungsinya tokoh ini termasuk dalam tokoh Antagonis, Anggota penyamun yang merupakan anak buah Medasing.
4.Samad
a.Berdasarkan peran tokohnya  tokoh ini termasuk dalam jenis tokoh pembantu.
b.Berdasarkan fungsinya tokoh ini termasuk dalam tokoh Antagonis-Protagonis, Salah satu dari anggota penyamun yang kejam, yang akhirnya memiliki niat untuk membebaskan Sayu yang saat itu menjadi tawanan.
5.  Haji Sahak dan Nyai hajjah Andun
a.Berdasarkan peran tokohnya  tokoh ini termasuk dalam jenis tokoh pembantu.
b. Berdasarkan fungsinya tokoh ini termasuk dalam tokoh protagonis, Seorang saudagar kaya yang pekerja keras,yang  dibunuh  dan  dirampas  hartanyaoleh  sekelompok  penyamun  yang dipimpin  oleh  Medasing.
6.Bedul dan Istrinya
a.Berdasarkan peran tokohnya  tokoh ini termasuk dalam jenis tokoh pembantu.
b.Berdasarkan fungsinya tokoh ini termasuk dalam tokoh protagonis, karena tokoh Sayu Menjadi perawan yang memiliki dendam kepada para penyamun yang dipimpin oleh Medasing, akan tetapi karena kelembutan hati dan sifatnya yang pemaaf, ia dapat meluluhkan hati Medasing yang di kenal kejam.
7.Sima
a.Berdasarkan peran tokohnya  tokoh ini termasuk dalam jenis tokoh pembantu.
b.Berdasarkan fungsinya tokoh ini termasuk dalam tokoh protagonis,Anak angkat  Nyi  Hajjah  Andun  yang sangat  berbakti  kepada  orang  tuanya.
C.Penokohan
1.Sayu
Dalam novel ini, Sayu adalah seorang gadis yang berbudi luhur, sabar, sopan, taat agama, dan baik hati.
Bukti:
     Tetapi akhirnya insaflah ia, bahwa ia harus berusaha selekas-lekasnya menolong laki-laki itu. Sebagai kilat turunlah ia kebawah. Dalam sekejap ia telah berdiri disamping laki-laki yang terlentang itu, tak tahu apa yang akan dikerjakannya . tetapi seakan-akan saat itu masuk kehatinya suatu ilham, dengan cepat dicobanya mengangkat badan yang tiada bergerak-gerak dan licin oleh keringat itu. Tetapi bagaimana sekalipun ia berusaha, perbuatanya itu tak berhasil, sebab tenaganya tak cukup mengangkat badan yang jauh lebih besar dan berat dari badannya sendiri. (APDP:95)



2.Medasing

Dalam novel ini, Medasing digambarkan sebagai seorang kepala pimpinan penyamun yang gagah perkasa, kejam dan ganas serta pikiranya tajam, pandai berjuang dan berani.
Bukti :
Pekerjaan penyamun yang mula-mula amat ngeri pada matanya, kesudahanya menjadi biasa dan matilah perlahan-lahan hasrat di dalam hatinya untuk meninggalkan penghidupan yang tiada halal itu. Lambat laun ia pun menjadi kejam dan ganass, seperti sekalian penunggu hutan yang dahsyat-dahsyat itu.
      Ketika itu ia makin lama makin dihormati kawan-kawanya, karena badanya teguh, pikiranya tajam dan ia pandai berjuang dan berani, seakan-akan badan dan nyawanya tiada berharga sedikit juapun baginya. (APDP:5)

3.Sohan, Sanip, dan Tusin.

Dalam novel ini, Sohan, Amat, Sanip, dan Tusin adalah tokoh pembantu yang menjadi bawahan dari Medasing. Mereka sangat patuh kepada Medasing dan tak berani menentang medasing sedikitpun.
Bukti :
       Lelaki yang memegang tombak itu muda dan sigap, turun tiada membantah sedikit juapun, dan sebenarnyalah dalam pergaulan penyamun-penyamun itu tak pernah timbul perbatahan. Apa yang dikatakan oleh kepalanya, diturut seperti sesuatu yang harus, yang tiada mungkin dielakkan.  (APDP:3)

4.Samad
Dalam novel ini, Samad digabarkan sebagai sosok laki-laki yang hatinya busuk, pengkhianat, dan pembohong.
Bukti :
Samad berniat mencelakakan para penyamun dengan memberitakan mangsa yang akan dirampok namun mangsanya dikawal oleh para serdadu yang bersenjatakan lengkap.
Pada suatu hari ia pergi kepulau lahat. Disana didengarnya berita, bahwa dua hari lagi akan bertolak beberapa buah gerobak ke pagar Alam membawa makanan, alat sejata dan keperluan yang lain. Gerobak itu akan diiringkan oleh sepasukan serdadu, sebab sekalian yang dibawanya ialah untuk keperluan militer di daerah pasemahan.
Mendengar kabar itu terpikir sekali kepadanya sebuah akal yang pasti segera akan menyampaikan cita-cita yang telah lama diidamkanya itu. Setelah ditimbang masak-masak pergilah ia keesokan harinya kerimba tempat pondok itu. (APDP:74)

5.      Haji Sahak dan Nyai hajjah Andun
Dalam novel ini, Haji Sahak dan Nyai hajjah Andun digambarkan sebagai sosok suami istri yang kaya sebelum dirampok oleh para penyamun, namun setelah dirampok Nyi hajjah Andun menjadi sosok yang putus asa.
Bukti :          
     Pada saat itu Haji sahak hendak pergi menjual berpuluh-puluh kerbau. Dia datemani oleh anak dan isterinya, namun naas ditengah jalan mereka dirampok oleh kawanan penyamun dan Haji Sahak pun dibunuhnya.
    
Ketika mereka disamun orang di lembah Lematang. Hilang sekalian uan bahkan barang berharga yang merekayang mereka bawa dari rumah dan dibeli di Palembang pun jatuh ketangan kawan penyamun itu. (APDP : 50)
“kemanakah aku akan pergi? Kakak katakanlah kepadaku! Apakah gunanya aku hidup lagi?” (APDP : 56)

6.      Bedul dan istrinya
Dalam novel ini, Bedul dan istrinya digambarkan sebagai sepasang suami isteri yang hidup miskin dan bergantung pada keluarga Haji Sahak namun mereka memiliki hati yang  mulia.
Bukti :
         Isteri Bedul diam pula sejurus. Hampir ia menjawab mengajak iparnya itu tinggal bersama-sama dengan dia, tetapi segera timbul pikirnya yang mengatakan, bahwa tak patut ia mengucap yang demikian. Masaknya Nyi Haji Andun yang terhitung orang berada itu akan mungkin hidup pada mereka. Bukankah mereka suami isteri senanyiasa bergantung kepadanya, hidup atas kasihanya dengan suaminya? Mungkinkah ia sekatang akan bergantung pada mereka? (APDP : 57)

7.      Sima
Dalam novel ini Sima digambarkan sebagai seorang gadis yitu anak angkat dari Haji Sahak dan ia memiliki jiwa yang pengasih dan penyayang terbukti karena ia lah yang senantiasa merawat Nyi Hajjah Andun
Bukti :
      Dari dalam datang Sima, seorang perawan kecil, anak angkatnya,mengjak ia makan sebab sajian telah selesai. (APDP : 50)
Telah beberapa lama ia tidak berdaya lagi turun kebawah, sehari-hari ia tidur terlentang di tempat tidur dan jika sekali-kali hendak duduk haruslah ia dibantu oleh Sima. (APDP : 107)
             Sima anak gadis yang penuh kasih-sayang kepada perempuan, tempat ia berhutang budi itu, tergesa-gesa turun kebawah, seolah-olah sesungguhnya kakak angkatnya itu pulang kembali. (APDP : 108)

D.Alur
Roman “Anak Perawan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisjahbana ini menggunakan alur maju karena ceritanya disusun berdasarkan urutan waktu dan peristiwa yang terjadi. Berikut rangkaian alur yang terdapat dalam  novel :
•         Tahap Pengenalan
Seorang saudagar kaya bernama Haji Sahak akan pergi berdagang ke Palembang. Dari Pagar Alam menuju Palembang Haji Sahak membawa berpuluh-puluh kerbau dan beberapa macam barang dagangan lainnya. Istrinya yang bernama Nyai Hajjah Andun dan anak perawannya Sayu juga ikut pergi bersamanya. Di tengah-tengah perjalanan, rombongan Haji Sahak dihadang oleh segerombolan perampok yang dipimpin oleh Medasing. Perampok ini sangat kejam. Haji Sahak, istrinya, serta rombongan penyerta Haji Sahak lainnya dibunuh oleh segerombol perampok itu. Akan tetapi, Sayu, anak perawan Haji Sahak itu tidak mereka bunuh. Kemudian Sayu ikut dibawa ke sarang penyamun pimpinan Medasing itu.
•         Tahap Konflik
Suatu hari Samad, anak buah Medasing yang tugasnya sebagai pengintai datang ke sarang penyamun. Maksud kedatangannya adalah untuk meminta bagian dari hasil perampokan Medasing. Namun selama Samad berada di sarang penyamun itu, ia langsung jatuh hati pada Sayu yang memang sangat cantik. Secara diam-diam ia berniat membawa Sayu lari dari sarang penyamun itu. Dan niatnya itu ia bisikan kepada Sayu secara diam-diam. Samad berjanji pada Sayu bahwa dia akan mengembalikan Sayu kepada orang tuanya. Awalnya Sayu terbujuk oleh rayuan dan janji-janji Samad itu. Dalam dirinya sudah memutuskan untuk ikut lari bersama Samad. Akan tetapi sebelum niat untuk kabur terlaksana, Sayu mulai menangkap gelagat tidak baik dari Samad. Dia mulai ragu dan tidak percaya dengan janji-janji Samad itu. Dihari yang disepakati mereka untuk melarikan diri tersebut, Sayu menolak ajakan Samad dengan tegas. Walaupun dengan berat hati untuk sementara dia akan tetap tinggal di sarang penyamun itu.
•         Tahap Klimaks
Setelah berhasil merampok keluarga saudagar Haji Sahak, rupanya dalam perampokan-perampokan gerombolan Medasing selanjutnya sering mengalami kegagalan. Kegagalan perampokan yang mereka lakukan sebenarnya karena rencana mereka selalu dibocorkan oleh Samad. Samad selalu membocorkan rencana Medasing kepada saudagar dan pedagang kaya yang akan mereka rampok. Itu sebabnya, setiap kali mereka menyerang para pedagang atau saudagar yang lewat, mereka pasti mendapat perlawanan yang luar biasa. Akibatnya anak buah Medasing banyak yang meninggal ataupun terluka parah. Lama-kelamaan anak buah Medasing hanya tersisa seorang saja, yaitu Sanip. Betapa hancur hati Medasing menerima kenyataan pahit ini. Hatinya semakin pilu, ketika dalam perampokan yang terakhir kali, Sanip orang yang paling disayanginya itu meninggal dunia.
•         Tahap Anti Klimaks
Persediaan makanan dalam hutan sudah habis. Sayu sangat khawatir akan keadaan itu. Itulah sebabnya dia mengajak Medasing agar bersedia keluar dari persembunyiannya di hutan menuju kota Pagar Alam. Sesampainya di Pagar Alam keduanya langsung menuju ke rumah Sayu. Tetapi sampai di rumahnya, Sayu sangat terkejut sebab rumah itu sekarang bukan milik keluarganya lagi melainkan sudah menjadi milik orang lain. Menurut penuturan penghuni baru itu, ibunya sekarang tinggal di pinggiran kampung bersama dengan anak angkatnya Sima yang selama ini menemani dan merawatnya. Mendengar hal itu, Sayu dan Medasing langsung pergi  menuju ke tempat Nyai Haji Andun berada. Betapa bahagianya Nyai Haji Andun bertemu dengan anak perawan yang sangat dirindukannya itu. Dan rupaya itulah pertemuan terakhir mereka karena Nyai Haji Andun meninggal dunia. Menyaksikan kenyataan itu hati Sayu hancur, Medasing sendiri juga hancur hatinya. Kenyataan telah menyadarkan dirinya betapa kejamnya dia selama ini.                     
•         Tahap Penyelesaian
Lima belas tahun kemudian Medasing berangkat ke Taah Suci. Kembalinya dari sana, orang-orang kampung ramai menyambut kedatangannya dan Medasing mengubah namanya menjadi Haji Karim. Suatu malam, ketika Haji Karim sedang duduk termenung sambil mengenang masa lalunya yang kelam, tiba-tiba pintu rumahnya ada yang mengetuk. Ternyata yang mengetuk pintu itu adalah Samad. Haji Karim masih mengenalinya sebab Samad adalah anak buahnya sendiri yang selalu ia beri tugas sebagai pengintai para saudagar yang sedang lewat sebelum di rampok. Haji Karim yang tidak lain adalah Medasing itu, mengajak Samad agar bersedia hidup bersamanya. Waktu itu Samad memang tinggal di rumah Haji Karim dan istrinya Sayu. Namun paginya secara diam-diam Samad meninggalkan rumah Haji Karim. Dia pergi entah kemana, sementara Haji Karim dan keluarga hidup bahagia.

E.Latar
1.Latar tempat

Latar yang menunjang dalam novel ini kebanyakan latar fisik. Latar awal sebelum Medasing dibawa oleh salah seorang penyamun ke hutan temoat para penyamun itu adalah sebuah Dusun kecil jauh disebelah selatan tanah Pasemahan.
Bukti :
Ia berasal dari sebuah dusun yang kecil, jauh sebelah selatan tanah Pasemahan. Dahulu dusun itu ternama kekayaanya dan suatu ketika ia diserang oleh sekawan penyamun gagah perkasa. (APDP : 3)
Selain itu juga ada latar Dusun Pagar Alam, lembah Sungai Lematang, Dusun Endikat, Palembang, Gunung Dempo, dan Negeri Bandar.
Bukti :
Tiap-tiap malam kalau setiap rumah telah tertutup dan dusun Pagar Alam yang kecil itu telah sunyi senyap, barulah ia masuk kedalam untuk merebahkan diri. (APDP : 49)
Tangan Tusin yang patah dilempar anak pada pertempuran di lembah Sungai Lematang lebih dari dua bulan yang lalu telah sembuh dan sekarang ia telah dapat hidup seperti biasa bersama-sama dengan teman lainnya. (APDP : 58)
Maka bermaksudlah mereka pergi menuntut ilmu yang gaib-gaib. Di Dusun Endikat mereka bersua dengan seorang tua yang termashur karena sihirnya. Di sana mereka belajar beberapa bulan dan ketika masaklah perguruan mereka, maka orang tua itu memberi nasehat pergi bertarak ke gunung Dempo. (APDP : 7)
Ketika itu Medasing dengan bapak angkatnya pergi mengembara dari sebuah dusun kedusun yang lain. Sekalian dalam perjalanan mereka yang tak tentu arah itu mereka tiba di Palembang disanalah orang berdua tinggal  beberapa lamanya. (APDP : 5)
Orang berdua beranak itu pun pergi kesana. Berhari-hari mereka berjalan, kadang-kadang bermalam di dusun, kadang-kadang di hutan belantara yang sunyi senyap. Mendaki gunung Dempo, gunung hantu-iblis pun beberapa banyak memakan waktu. Hutan dan padang, tebing dan ngarai mereka lalui tetapi tidak sekecap juapun mereka berputus asa. (APDP : 7)
Dari gunung yang bertuah itumereka pergi kenegeri Bandar; dari situ mereka bertemu dengan teman-temannya yang berlima. (APDP : 7)

2.Latar waktu

“Anak Perawan di Sarang Penyamun” adalah Roman karya S.Takdir Alisjahbana yang di buat pada tahun 1940
•Pagi
Bukti :
   Langit di sebelah timur bertambah terang. Cahaya ungu suram bertambah lama bertambah kuning rupanya dan kesudahannya timbul dibalk awan emas yang bersusun matahari, mula-mula sepotong, sebelah dan kesudahannya bulat sebagai bulan digambar-gambaran, berseri-seri laksana orang tersenyum memandang ke dunia. (APDP : 29)
•Senja
Bukti :
Matahari baru terpuruk di sebelah barat dan gelap baru terentang, sehingga belumlah rapat benar; di sana-sini masih kelihatan bekas cahaya siang menyerupai kekabur-kaburan. (APDP : 76)
•Tengah hari
Bukti :
Telah lewat tengah hari ketika Medasing tiba kembali di pondok. Sayu duduk di muka pintu di atas tangga, sehingga dari jauh tampak kepadanya laki-laki itu datang. (APDP : 94)
•Malam
Bukti :
     Semalam-malaman itu Medasing hampir tak memicingkan matanya sekejap juapun oleh karena banyak yang mendesak pikiran hatinya. (APDP : 103)

3.Latar suasana

Dalam Roman ini latar suasananya beragam yaitu ada Suasana Gelap,  Mencekam, Sunyi, Mengharukan, Kebahagiaan, dan Kemalangan.
Bukti :
Di hutan yang lebat itu bertambah lama bertambah gelap. Sekalian bayang-bayang menjadi satu, mula-mula kekabur kaburan dan kesudahannya hitam-legam.
Dalam malam gelap gulita tampaklah sekalian pohon sebagai suatu pergumulan raksasayang maha hebat. Masing-masing menolak hendak merobohkan yang lain, mencekau ke kiri dan kekanan seperti hendak mencekik dan membunuh. (APDP : 14)
Demikianlah perkelahian antara penyamun dengan orang yang disamun, ketika sekonyong-konyong turun hujan yang lebat sebagai dicurahkan dari langit. Kilat serang-menyerang membelah gelap-hulita, sehingga beberapa kali terang-cuaca seluruh hutan, seluruh medan perjuangan di tepi jalan itu: Halilintar menderu-deru, dahsyat dan ngeri, seakan-akan hendak memusnahkan bumi, menghancur-remukkan sekalian manusia yang hidup dan tiada tahu akan harga hidupnya itu. (APDP : 21-22)
Sunyi bertambah sunyi dalam pondok tempat penyamun itu; mereka yang dahulu berlima sekarang hanya tinggal berdua lagi. (APDP : 87)
Tetapi sebelum ia menutup matanya untuk selama-lamanya ia telah mengecap kenikmatan pertemuan dengan biji matanya, yang dinantikan dan dihasratkannya dengan seluruh jiwanya, sehingga merusakkan dirinya, rohani dan jasmani. (APDP : 112)
Maka pada tengah malam yang sunyi senyap itu, laki-laki yang kuat dan besar itu meniarap mencium kedua anaknya berganti-ganti dan sebelum ia merebahkan dirinya akan memincingkan mata, ia menegadah keatas, menoda sejurus, mengucapkan syukur atas tuntutan Ilahi yang berkah dan rahim atas hidupnya. (APDP : 124)
Samad menceritakan kemelaratan dan kesengsaraannya dalam pengembaraan sejak perceraian pada malam perampokan yang sial itu.Malang datang menimpa malang, segala yang dipegangnya tak menjadi dan sekalian usahanya tiada berhasil. Jauh perjalanannya dan banyak negeri yang telah dikunjunginya,tetapi di mana-mana sial yang ditemuinya. (APSP : 125)

F.Gaya Bahasa

1. Unsur Leksikal
Dalam novel ini pengarang menggunakan diksi yang berfariasi dan sangat menarik ada yang terkesan Sadis atau kurang sopan dan ada juga yang membuatnya manjadi terkesan lebih sopan.
•Pengarang menggunakan kata jahanam untuk mengungkapkan sesuatu yang mengusik ketenaganya.
“kita lihat jahanam mana bermaksud menganggu kita” (APDP : 3)
“jahanam benar,” kata medasing dengan geramnya. (APDP : 3)
“sungguh jahanam benar,” kata Shan seorang dari penyamun yang berbaring disebelah kiri. (APDP : 8)
•Pengarang menggunakan kata amat untuk mengungkapkn kata sangat.
Maka amat mudahlah manusia yang buas-buas itu untuk mengambil harta dusun yang kaya itu. (APDP : 3)
Di dalam pondok itu tidur terlintang lima orang laki-laki, sekalianya kukuh-besar, lebih dari manusia biasa. Kelima-limanya tiada berbaju, hanya memakai escaping kain samping hingga pinggang dari badan mereka mengalir peluh amat banyak. (APDP : 1)
•Pengarang menggunakan kata sekawan untuk mengungkapkan kata segerombolan.
Dahulu dusun itu tenama kekayaanya dan pada suatu ketika diserah oleh sekawan penyamun gagah-perkasa. (APDP : 3)
2.   Unsur Gramatikal
Dalam novel ini pengarang menggunakan struktur kalimat yang banyak menggunakan kata ulang didalamnya untuk lebih menekankan sesuatu yang pengarang gambarkan.
Bukti :
              Sekarang hanya beberapa langkah lagi jaraknya mereka dari tebing diatas jalan. Medasing menegakan dirinya sambil mengawasi kemuka dan ia pun berdiri sambil tiada bergerak-gerak. Sebagai pohon diantara pohon-pohon yang lain. (APDP : 17)
Samad tak pernah beramah-ramahan dengan anaknya. Dalam pemandanganya pun mereka kebetulan dilahirkan oleh perempuan yang kebetulan menjadi isterinya. (APDP : 47)
Tiap-tiap hari ia melihat-lihat dan mendengar-dengar menantikan Sayu, seolah-olah ia belum dapat percaya bahwa anaknya itu sesunguhnya telah hilang. (APDP : 49)
Di dalam pondok itu tidur terlintang lima orang laki-laki, sekalianya kukuh-besar, lebih dari manusia biasa. Kelima-limanya tiada berbaju, hanya memakai escaping kain samping hingga pinggang dari badan mereka mengalir peluh amat banyak. (APDP : 1)

3. Sarana Retorika
Dalam novel ini pengarang menggunakan beberapa macam majas diantaranya adalah :
•Personifikasi 
Bukti :
Di tengah rimba yang lebat itu mengalir sebuah anak air, jernih dan deras di antara batu yang besar-besar. Sebelah hilir, sungai kecil itu melintas tebing dan disana ia jatuh berderai-derai sebagai pecahan kaca, sambil menyerakan bunyi yang gemuruh. (APDP : 1)
Sekonyong-konyong jatuh sepotong ranting keatas atap rumah itu. Ranting itu berguling-guling dan jatuh ketanah. (APDP : 2)

•Hiperbola
Bukti :
      Tetapi pada saat itu juga tiba pukulan yang kedua, lebih tepat, lebih dalam dari yang mula, yang rupanya terlansung dalam kegopohan. Lembing yang tajam yang tak tahu iba-kasihan itu masuk di rusuk, terus mendalam dan sekonyong-konyong ia ditarik diikuti oleh darah yang laksana disemburkan. (APDP : 12)

•Metafora
Bukti :
Dua tahun yang telah berlalu dua suami-isteri yang sangt dikasihi oleh rakyatnya itu naik haji anak beranak menyampaikan suruhan agama. Dua tahun lamanya tanah Pasemahan seakan-akan sarang ungas yang tertinggal dan dua tahun pula lamanya rakyat Pasemahan dengan hasrat menantikan pesirah mereka kembali. (APDP : 115)

G.Sudut Pandang
Roman ini bersudut pandang orang ketiga dan terbatas, yaitu terlihat jelas ketita pengarang menggambarkan sebuah rimba, menggambarkan fisik tokoh dan menggambarkan pertempuran serta perampokan yang dilakukan oleh para penyamun itu.
Bukti :
     Di tengah rimba yang lebat itu mengalir sebuah anak air, jernih dan deras di antara batu yang besar-besar. Sebelah hilir, sungai kecil itu melintas tebing dan disana ia jatuh berderai-derai sebagai pecahan kaca, sambil menyerakan bunyi yang gemuruh. (APDP : 1)
kukuh-besar, lebih dari manusia biasa. Kelima-limanya tiada berbaju, hanya memakai escaping kain samping hingga pinggang dari badan mereka mengalir peluh amat banyak. (APDP : 1)
Kelima penyamun itu turun dari pondok mereka masing-masing membawa senjata. Lembing ditangan dan parang dipinggang. Lain dari pada itu medasing membawa pestol tuanya. (APDP : 14)
Penyamun itu mengangkat tanganya mengayun tombak dan sedikit berdesau bunyi benda yang tajam itu menuju seorang dari anak pedati. Kain berderis-deris dan berdetar bunyi senjata pembunuh yang itu beradu dengan benda yang keras…Di telinga sampai terdengar bunyi orang mengeluh, mengaduh karena tombak yang tajam itu  telah mengerjakan pekerjaanya yang ngeri. (APDP : 21)
    Sohan terlentang ditanah dekat sebuah tiang, berlumur dengan darah yang keluar dari luka di dadanya, ditikam anak pedati. (APDP : 23)  

H. Amanat
Novel ini memiliki beberapa amanat yang ingin disampaikan kepada pembacanya. Diantaranya adalah :
•Kita tidak boleh mengambil hak milik orang lain apa lagi dengan pemaksaan.
•Kita diajarkan untuk dapat lebih menghargai orang lain.
•Hendaklah bertaubat selagi masih ada kesempatan.















DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Supratman. 1999. Roman Sastra Indonesia. Bandung: CV PUSTAKA 
          
SETIA

Haryati, Nas. 2011. Apresiasi Prosa Indonesia. Semarang: UNNES PRESS
























LEMBAR LAMPIRAN

ROMAN  “GADIS PERAWAN DI SARANG PENYAMUN”

Seorang saudagar kaya raya yang bernama Haji Sahak hendak pergi berdagang ke Palembang. Dalam perjalanan dari Pagar Alam menuju Palembang, Haji Sahak membawa berpuluh puluh kerbau dan beberapa macam barang dagangan lainnya. Ia juga mengajak istri dan anak perawannya.

Di tengah perjalanan, rombongan Haji Sahak dicegat oleh segerombolan perampok yang dipmpin oleh Medasing. Haji Sahak, istrinya, Nyi Hajjah Andun, serta semua anggota rombongannya dibantai oleh gerombolan Medasing. Hanya, Sayu, anak perawan Haji Sahak, yang tidak mereka bunuh. Mereka membawa gadis itu ke sarang mereka.

Suatu hari Samad, anak buah Medasing, yang bertugas sebagai pengintai datan ke sareang penyamun dan meminta bagian dari hasil perampok pada Medasing. Ketika melihat ada seorang gadis di sarang penyamun itu, dia jatuh hati pada Sayu yang memangsangat cantik. Secara diam diam, dia berniat untuk membawa gadis itu lari dari sarang penyamun tersebut. Dia memberitahukan niatnya itu kepada Sayu dan berjanji untuk mengantarkannya kepada orang tuanya. Pada awalnya, Sayu terbujuk oleh buju rayu Samad sehingga ia memutuskan untuk lari bersama penyamun tersebut. Akan tetapi, sebelum niatnya terlaksana, dia dengan tegas menolak ajakan Samad. Walaupun berat hati, dia akan tetap tinggal di sarang penyamun tersebut.

Setalah kejadian itu, perampokan yang dilakukan oleh gerombolan Medasing selalu gagal. Hal itu karena Samad selalu membocorkan rahasia perampokan mereka kepada saudagar atau pedagang kaya yang hendak dirampok oleh kelompok Medasing. Itulah sebabnya, setiap kali gerombolan penyamun itu hendak merampok para pedagang atau saudagar yang lewat, mereka mendapat perlawanan yang luar biasa. Para pedagang atau saudagar tersebut telah menunggu Medasing dan kawan kawannya dengan penuh kesiapan. Akibatnya banyak anak buah Medasing yang terluka parah dan meninggal. Lama kelamaan anak buah Medasing hanya tingal Sanip saja. Betapa hancur hati Medasin menerima kenyataan pahit ini. Dia merasa semakin sedih ketikan Sanip, dalam kenekatannya merampok yang terakhir kalinya, meninggal dunia. Medasing terluka parah, namun ia berhasil menyelamatkan diri.

Setelah Sanip meninggal, maka di sarang penyamun itu hanya tinggal Sayu dan Medasing saja. Sewaktu Medasing terluka parah, Sayu merasa bingung Sementara itu, persediaan makanan mereka pun semakin meinipis. Dengan pernuh kekhawatiran dan rasa takut yang luar biasa. Sayu mencoba mendekati Medasing Dia tidak tega melihat Medasing dalam keadaan terluka parah. Hati Nurianinya tergerak hendak merawat luka luka yang yang diderita Medasing.

Pada awalnya, Sayu merasa takut kepada Medasing. Perasaan hendak menolon dengan perasaan takut pada Medasing berkecamuk dalam hati dan pikiran gadis itu. Dia merasa sangat takut kepada Medasing sebab bagaimanapun orang yang ada di hadapannya itu merupakan pimpinan perampok yang kejam. Medasing sudah beberapa kali membunuh orang, termasuk membunuh kedua orang tuanya. Selain itu, seluruh anak buah Medasing yang jumahnya puluhan itu tak seorang pun yang berani melawannya. Akan tetapi, perasaan takut dan benci itu akhirnya terkalahkan oleh niatnya untuk menolong. Dia memberanikan diri mendekati Medasing. Dengan rasa takut dan gemetar, dia pun mengobati Medasing.

Mula mula merka berdua tidak banyak bicara. Sayu tidak berani berbicara sebab dia takut pada Medasing, sedangkan Medasing memang termasuk orang yang tidak suka berbicara. Dia hanya berbicara. Dia hanya bicara tentang hal hal yang penting saja. Namun, lama kelamaan, mereka berdua semakin akrab. Sayu pun menceritakan riwayat hidupnya. Demikian pula halnya dengan Medasing, ia pun menceritakan pengalaman hidupnya.

Dari cerita itu jelaslah bahwa sebelum menjadi penyamun yang sangat ditakuti, Medasing bukanlah keterunan penyamun. Dia merupakan keturunan orang baik baik. Medasing adalah anak seorang saudagar kaya. Kedua orang tuanya dirampok oleh segerombolan penjahat. Mereka meninggal dunia setelah dibantai dan dibunuh oleh gerombolan tersebut. Medasing, yang saat itu masih kecil, tidak dibunuh, ia dibawa ke sarang gerombolan dan diangkat anak oleh pimpinan penyamun itu. Karena tidak pernah mempunyai anak, pimpinan perampok itu sangat menyanyanginya. Setelah ayah angkatnya meninggal, pucuk pimpinan gerombolan penyamun langsung di pegang oleh Medasing. Gerombolan perampok yang dipimpinnya adalah gerombolan penyamun warisan dari ayah angkatnya. Dia tak pernah bercita cita untuk menjadi penyamun, apalagi menjadi seorang pimpinan penyamun. Karena sejak kecil hidup dalam lingkungan perampok, Medasing tidak mengetahui pekerjaan lain selain merampok. Hati Sayu menjadi luluh mendengar penuturan Medasing tentang sejarah hidupnya. Rasa benci dan dendam kepada Medasing lama lama menjadi luluh. Kemudian dengan penuh kesabaran dan penuh kasih sayang, dia merawat Medasing sampai lelaki itu sembuh.

Persediaan makanan dalam hutan sudah habis. Sayu sangat mengkhawatirkan keadaan itu. Itulah sebabnya, dia mencoba mengajak Medasing keluar dari persembunyian dalam hutan. Karena menyadari kenyataan tersebut, Medasing akhirnya menyetujuinya. Mereka keluar dari hutan menuju kota Pagar Alam.sesampainya di kota Pagar Alam, mereka langsung berangkat menuju rumah Sayu. Namun, ketika mereka tiba di tempat yang ditujunya, Sayu sangat terkejut sebab rumah itu bukan lagi miliknya. Menurut penuturan penghuni rumah baru itu, ibunya Sayu, Nyi Haji Andung, tinggal seorang diri di pinggir kampung. Mendengar kabar itu, mereka langsung menuju Nyi Haji Andun. Ternyata,Nyi Haji Andun berhasil menyelamatkan diri ketika ia diserang gerombolan Medasing, Dia mengalami luka parah dan selanjutnya tinggal menyendiri di ujung perkampungan.

Ketika medasin dan Sayu berusaha menemukan tempat tingganya, Nyi Haji Andun sedang dalam  keadaan sakit parah. Dia sering mengigaukan anaknya yang dibawa perampok. Pada saat keadaanya sangat kritis Medasing dan Sayu muncul di hadapan wanita tua itu. Betapa bahagianya perasaan Nyi Haji Andun bertemu dengan anaknya yang sangat dirindukannya itu. Rupanya itulah pertemuan terakhir mereka. Nyi Haji Andun meninggal dunia pada saat itu juga, dia meninggal di hadapan anak yang sangat dicintainya.

Menyaksikan keadaan tersebut, hati Sayu menjadi hancur. Demikian pula halnya dengan Medasing. Kenyataan itu telah menyadarkan dirinya betapa kejamnya dirinya selama ini. Dia merasa menyesal, malu, dan berdosa kepada Sayu dan keluarganya. Akibatnya, karena berbagai perasaan yang berkecamuk dalam hatinya, Medasing memutuskan untuk meninggal Sayu, sejak itu hidup Medasing berubah total. Dia giat bekerja sehingga menjadi seorang hartawan yang sangat dermawan.

Lima belas tahun kemudian, Medasing dan istrinya berangkat ke tanah suci. Sekembalinya dari tanah suci, orang orang kampung ramai menyambut kedatangan mereka. Suatu malam, ketika Haji Karim, nama baru Medasing setelah dia kembali dari tanah suci, sedang duduk duduk termenung sambil mengenang masa lalunya, tiba tiba pintu rumahnya diketuk. Ternyata orang yang mengetuk pintu itu adalah Samad. Haji Karim masih mengenalinya. Haji Karim pun mengajak Samad untuk hidup bersamanya. Waktu itu Samad memang tinggal di rumah Haji Karim dan istrinya yang tidak lain adalah Sayu. Namun, keesokan paginya, secara diam diam Samad meninggalkan rumah Haji Karim dan istrinya Dia pergi entah kemana, sedangkan. Haji karim hidup damai dan tentram bersama istrinya di kampung itu.
















UNSUR INTRINSIK
Roman  “Anak Perawan disarang Penyamun”
Karya  “Sultan Takdir Alisjahbana”
                            

MAKALAH
Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas
    Mata Kuliah         : Teori Sastra
    Dosen Pengampu : Endah Kusumaningrum, M.Pd

Oleh :
Syamsul Faqih (40418025)

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PERADABAN
2018

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirobbil alamin saya panjatkan kepada Allah Swt yang senantiasa memberi rahmat hidayahnya kepada kami sehingga kami dalam keadaan sehat wal’afiat hingga sekarang ini. Dalam kesempatan ini kami bisa menyeleasaikan makalah dengan judul “Anak Perawan diSarang Penyamun” insya Allah kami selesaikan dengan baik walaupun jauh dari kesempurnaan. Saya ucapkan terima kasih kepada Dosen kami yang telah membimbing kami, dan juga kami ucapkan kepada teman yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Harapan kami dari pembaca untuk saran dan kritiknya yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Atas perhatian kami ucapkan terima kasih.

Penulis













DAFTAR ISI
PENGANTAR……………………………………………………………………1
DAFTAR ISI …………………………………………………………………….2
BAB 1     PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah………………………………………....................3
B.     Rumusan Masalah………………………………………………………......4
C.     Tujuan Penelitian.........…………………………………………………......5
BAB II  LANDASAN TEORI
1. Unsur Instinsik
       a. Tema............................................................................................................6
b. Tokoh dan Penokohan................................................................................6
c.  Alur (Plot)..................................................................................................8
d.  Latar...........................................................................................................8
e. Amanat........................................................................................................9
f. Gaya Bahasa................................................................................................9
g. Sudut pandang............................................................................................9
BAB 111 PEMBAHASAN
1. Unsur Instinsik
       a. Tema...........................................................................................................11
b. Alur Cerita................................................................................................. 11
c. Tokoh......................................................................................................... 12
d. Penokohan..................................................................................................12
e. Latar...........................................................................................................16
f. Gaya Bahasa...............................................................................................20
g. Sudut Pandang...........................................................................................20
h. Amanat.......................................................................................................23
BAB  1V  KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan sebuah totalitas. Sebagai sebuah totalitas, karya sastra terdiri atas unsur-unsur, bagian-bagian, yang berkaitan satu dengan yang lain dan menjalin ketergantungan. Unsur-unsur pembangun karya sastra itu kemudian dikelompokkan menjadi dua bagian, unsur intrinsik dan ekstrinsik (Nurgiyantoro, 2005:23).
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra. Unsur intrinsik dapat dijumpai dengan membaca karya sastra. Dalam penelitian ini, unsur intrinsik berfungsi menguraikan isi roman secara sistematis ke dalam unsur-unsur yang telah ditentukan dengan tujuan mempermudah pelaksanaan penelitian psikologi sastra sebagai fokus utama.
Unsur intrinsik menjangkau banyak hal dan batasnya adalah seluas karya sastra sebagai objek. Penelitian ini secara khusus membatasi unsur-unsur yang dikaji dalam penokohan, alur, dan latar sebagai fakta cerita. Analisis unsur intrinsik ini menjadi signifikan terhadap analisis psikologi sastra yang dilakukan dalam bab selanjutnya.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan yang dikemukakan dalam pendahuluan, masalah yang menjadi pokok perhatian penulis yakni bagaimanakah unsur instrinsik yang terkandung dalam cerpen “Anak Perawan disarang Penyamun”?.



C.Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari disusunnya makalah ini adalah menganalisa sedetail mungkin unsur instrinsik Roman “Anak Perawan Disarang Penyamun” karya Sultan Takdir Alisjahbana.
I.Pendekatan

Analisis struktur dalam penelitian ini merupakan kajian awal sebelum melaksanakan analisis psikologi sastra. Teeuw (2015:119) berpendapat bahwa analisis struktur tidak mutlak harus dilakukan, tetapi memang penting dan perlu sebagai upaya menyistematikkan proses membaca dan memahami karya sastra..
Pendekatan struktural terhadap karya sastra pada dasarnya bertujuan
mempermudah penelitian terhadap karya sastra dengan mengelompokkan unsur-unsur karya sastra secara eksplisit.
Karya sastra berdasarkan analisis struktural terdiri atas unsur-unsur yang memiliki keterkaitan antarhubungan satu-sama lain. Kaitan antarhubungan itu memiliki pertalian yang erat. Meskipun terpisah dan mempunyai batasan masing-masing, unsur-unsur itu tidak otonom, melainkan merupakan bagian dari situasi rumit dan dari hubungannya dengan unsur lain. Dalam memahami karya sastra terlebih dahulu haruslah memperhatikan jalinan antarunsur sebagai bagian dari keseluruhan (Pradopo, 2011:142).
Dalam penelitian ini diuraikan unsur-unsur intrinsik karya sastra yang mencakup: penokohan, alur, dan latar. Analisis struktural dilaksanakan sebagai upaya mempermudah pengungkapan nilai psikologis yang terdapat dalam roman “Anak Perawan di Sarang Penyamun”.
















BAB II
LANDASAN TEORI

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan di dalam karya sastra itu sendiri. Pada umumnya unsur instrinsik terdiri dari :
A. Tema
Menurut Stanton dan Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2010:66), tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Tema merupakan gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra. Dalam suatu karya sastra ada tema sentral dan ada pula tema sampingan. Yang dimaksud tema sentral adalah tema yang menjadi pusat seluruh rangkaian peristiwa dalam cerita. Sedangkan yang dimaksud tema sampingan adalah tema-tema lain yang mengiringi tema sentral.

B.Tokoh dan Penokohan
Tokoh dan penokohan merupakan unsure yang penting dalam karya naratif. Tokoh adalah individu ciptaan/ rekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa dalam cerita. Pada umumnya tokoh berwujud manusia, dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010:165) tokoh adalah orang(-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita, tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1.Tokoh sentral
adalah tokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita. Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu
a.Tokoh sentral protagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan positif atau menyampaikan nilai-nilai pisitif.
b.Tokoh sentral antagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau menyampaikan nilai-nilai negatif.
2.Tokoh tambahan
adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral.
Berdasarkan cara menampikan perwatakannya, tokoh dalam cerita dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.Tokoh datar/sederhana/pipih.
Tokoh datar yaitu tokoh yang diungkapkan atau disoroti dari satu segi watak saja. Tokoh ini bersifat statis, wataknya sedikit sekali berubah, atau bahkan tidak berubah sama sekali.
b.Tokoh bulat/komplek/bundar.
Tokoh bulat yaitu tokoh yang seluruh segi wataknya diungkapkan. Tokoh ini sangat dinamis, banyak mengalami perubahan watak.

Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Menurut Jones (dalam Nurgiyantoro, 2010: 165) penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Ada beberapa metode penyajian watak tokoh, yaitu:
1.Metode analitis/langsung/diskursif. Yaitu penyajian watak tokoh dengan cara memaparkan watak tokoh secara langsung.
2.Metode dramatik/tak langsung/ragaan. Yaitu penyajian watak tokoh melalui pemikiran, percakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang. Bahkan dapat pula dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh, melalui:
•Teknik cakapan
•Teknik perbuatan tokoh
•Teknik sikap tokoh
•Teknik pandangan seorang banyak tokoh terhadap tokoh tertentu
•Tenik pelukisan fisik
•Teknik pelukisan latar
•Teknik pelukisan perasaan tokoh
•Teknik naming (pemberian nama tertentu)

C.Alur (Plot)
Alur adalah urutan atau rangkaian peristiwa dalam cerita rekaan. Menurut Foster (dalam Nurgiyantoro, 2010: 113) plot atau alur adalah peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan kausalitas.
Alur dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.Alur maju,yaitu rangkaian peristiwa yang urutannya sesuai dengan urutan waktu kejadian.
2.Alur mundur, yaitu rangkaian peristiwa yang susunannya tidak sesuai dengan urutan waktu kejadian.
D.Latar
Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar disebut juga landas tumpu, menyaran pada pengertian empat, hubungan waktu, dan lingkungan social tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan, Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010: 216).
Latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, antara lain sebagai berikut :
1.Latar Tempat
Latar tempat mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah  karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu serta inisial tertentu.
2.Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah ” kapan ” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah ”kapan” teersebut biasanya dihubungkan dengan waktu.
3.Latar Suasana
Latar suasana berhubungan dengan keadaan yang membangun terciptanya suasana pada cerita tersebut. Biasanya latar suasana berupa ketegangan, kepanikan, keharmonisan, dan lain-lain.

E.Amanat
Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Amanat dapat disampaikan secara implisit yaitu dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir, dapat pula secara eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, larangan yang berhubungan dengan gagasan utama cerita.

F.Gaya Bahasa
Gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa kepribadian penulis (Keraf, 2004:113). Bahasa dalam cerpen memiliki peran ganda, bahasa tidak hanya berfungsi sebagai penyampai gagasan pengarang. Namun juga sebagai penyampai perasaannya. Beberapa cara yang ditempuh oleh pengarang dalam memberdayakan bahasa cerpen ialah dengan menggunakan perbandingan, menghidupkan benda mati, melukiskan sesuatu dengan tidak sewajarnya, dan sebagainya. Itulah sebabnya, terkadang dalam karya sastra sering dijumpai kalimat-kalimat khas.

G.Sudut pandang (point of view)
Sudut pandang menyaran kepada cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, da berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2010: 248).
Pembedaan sudut pandang yang akan dikemukakan berikut berdasarkan pembedaan yang telah umum dilakukan orang yaitu bentuk persona tokoh cerita: orang ketiga dan orang pertama.
1.Sudut pandang orang ketiga : ”Dia”
Pengisahan cerita yang menpergunakan sudut pandang persona ketiga gaya ”Dia”, narator adalah seorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya: ia, dia, mereka.
2. Sudut pandang orang pertama: ”Aku”
Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona pertama (first person point of view), ”aku”. Jadi: gaya ”aku”, narator adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si ”aku” tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa atau tindakan, yang diketahui,dilihat, didengar,dialami dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca.

















BAB III
PEMBAHASAN
  Unsur Instrinsik Roman “Anak Perawan Di Sarang Penyamun.”
A.Tema
Tema yang di gunakan dalam Roman “ Anak Perawan Di Sarang Penyamun.” Adalah Tema Percintaan  dan  perubahan sikap seseorang dari yang buruk menjadi baik.
B.Tokoh dan Penokohan
Tokoh dalam cerpen ini, yaitu :
1.Sayu
a.Berdasarkan peran tokohnya  tokoh ini termasuk dalam jenis tokoh utama, karena penulis menampilkan tokoh Taksu secara terus-menerus dalam cerita.
b.Berdasarkan fungsinya tokoh ini termasuk dalam tokoh protagonis, karena tokoh Sayu Menjadi perawan yang memiliki dendam kepada para penyamun yang dipimpin oleh Medasing, akan tetapi karena kelembutan hati dan sifatnya yang pemaaf, ia dapat meluluhkan hati Medasing yang di kenal kejam.
2.Medasing
a.Berdasarkan peran tokohnya  tokoh ini termasuk dalam jenis tokoh utama.
b.Berdasarkan fungsinya tokoh ini termasuk dalam tokoh Antagonis-Protagonis, Seorang penyamun jahat yang tidak punya iba-kasihan, tetapi akhirnya ia disadarkan   oleh  seorang   perawan  yang  lembut hatinya..
3.Sohan, Sanip, dan Tusin.

a.Berdasarkan peran tokohnya  tokoh ini termasuk dalam jenis tokoh pembantu.
b.Berdasarkan fungsinya tokoh ini termasuk dalam tokoh Antagonis, Anggota penyamun yang merupakan anak buah Medasing.
4.Samad
a.Berdasarkan peran tokohnya  tokoh ini termasuk dalam jenis tokoh pembantu.
b.Berdasarkan fungsinya tokoh ini termasuk dalam tokoh Antagonis-Protagonis, Salah satu dari anggota penyamun yang kejam, yang akhirnya memiliki niat untuk membebaskan Sayu yang saat itu menjadi tawanan.
5.  Haji Sahak dan Nyai hajjah Andun
a.Berdasarkan peran tokohnya  tokoh ini termasuk dalam jenis tokoh pembantu.
b. Berdasarkan fungsinya tokoh ini termasuk dalam tokoh protagonis, Seorang saudagar kaya yang pekerja keras,yang  dibunuh  dan  dirampas  hartanyaoleh  sekelompok  penyamun  yang dipimpin  oleh  Medasing.
6.Bedul dan Istrinya
a.Berdasarkan peran tokohnya  tokoh ini termasuk dalam jenis tokoh pembantu.
b.Berdasarkan fungsinya tokoh ini termasuk dalam tokoh protagonis, karena tokoh Sayu Menjadi perawan yang memiliki dendam kepada para penyamun yang dipimpin oleh Medasing, akan tetapi karena kelembutan hati dan sifatnya yang pemaaf, ia dapat meluluhkan hati Medasing yang di kenal kejam.
7.Sima
a.Berdasarkan peran tokohnya  tokoh ini termasuk dalam jenis tokoh pembantu.
b.Berdasarkan fungsinya tokoh ini termasuk dalam tokoh protagonis,Anak angkat  Nyi  Hajjah  Andun  yang sangat  berbakti  kepada  orang  tuanya.
C.Penokohan
1.Sayu
Dalam novel ini, Sayu adalah seorang gadis yang berbudi luhur, sabar, sopan, taat agama, dan baik hati.
Bukti:
     Tetapi akhirnya insaflah ia, bahwa ia harus berusaha selekas-lekasnya menolong laki-laki itu. Sebagai kilat turunlah ia kebawah. Dalam sekejap ia telah berdiri disamping laki-laki yang terlentang itu, tak tahu apa yang akan dikerjakannya . tetapi seakan-akan saat itu masuk kehatinya suatu ilham, dengan cepat dicobanya mengangkat badan yang tiada bergerak-gerak dan licin oleh keringat itu. Tetapi bagaimana sekalipun ia berusaha, perbuatanya itu tak berhasil, sebab tenaganya tak cukup mengangkat badan yang jauh lebih besar dan berat dari badannya sendiri. (APDP:95)



2.Medasing

Dalam novel ini, Medasing digambarkan sebagai seorang kepala pimpinan penyamun yang gagah perkasa, kejam dan ganas serta pikiranya tajam, pandai berjuang dan berani.
Bukti :
Pekerjaan penyamun yang mula-mula amat ngeri pada matanya, kesudahanya menjadi biasa dan matilah perlahan-lahan hasrat di dalam hatinya untuk meninggalkan penghidupan yang tiada halal itu. Lambat laun ia pun menjadi kejam dan ganass, seperti sekalian penunggu hutan yang dahsyat-dahsyat itu.
      Ketika itu ia makin lama makin dihormati kawan-kawanya, karena badanya teguh, pikiranya tajam dan ia pandai berjuang dan berani, seakan-akan badan dan nyawanya tiada berharga sedikit juapun baginya. (APDP:5)

3.Sohan, Sanip, dan Tusin.

Dalam novel ini, Sohan, Amat, Sanip, dan Tusin adalah tokoh pembantu yang menjadi bawahan dari Medasing. Mereka sangat patuh kepada Medasing dan tak berani menentang medasing sedikitpun.
Bukti :
       Lelaki yang memegang tombak itu muda dan sigap, turun tiada membantah sedikit juapun, dan sebenarnyalah dalam pergaulan penyamun-penyamun itu tak pernah timbul perbatahan. Apa yang dikatakan oleh kepalanya, diturut seperti sesuatu yang harus, yang tiada mungkin dielakkan.  (APDP:3)

4.Samad
Dalam novel ini, Samad digabarkan sebagai sosok laki-laki yang hatinya busuk, pengkhianat, dan pembohong.
Bukti :
Samad berniat mencelakakan para penyamun dengan memberitakan mangsa yang akan dirampok namun mangsanya dikawal oleh para serdadu yang bersenjatakan lengkap.
Pada suatu hari ia pergi kepulau lahat. Disana didengarnya berita, bahwa dua hari lagi akan bertolak beberapa buah gerobak ke pagar Alam membawa makanan, alat sejata dan keperluan yang lain. Gerobak itu akan diiringkan oleh sepasukan serdadu, sebab sekalian yang dibawanya ialah untuk keperluan militer di daerah pasemahan.
Mendengar kabar itu terpikir sekali kepadanya sebuah akal yang pasti segera akan menyampaikan cita-cita yang telah lama diidamkanya itu. Setelah ditimbang masak-masak pergilah ia keesokan harinya kerimba tempat pondok itu. (APDP:74)

5.      Haji Sahak dan Nyai hajjah Andun
Dalam novel ini, Haji Sahak dan Nyai hajjah Andun digambarkan sebagai sosok suami istri yang kaya sebelum dirampok oleh para penyamun, namun setelah dirampok Nyi hajjah Andun menjadi sosok yang putus asa.
Bukti :          
     Pada saat itu Haji sahak hendak pergi menjual berpuluh-puluh kerbau. Dia datemani oleh anak dan isterinya, namun naas ditengah jalan mereka dirampok oleh kawanan penyamun dan Haji Sahak pun dibunuhnya.
    
Ketika mereka disamun orang di lembah Lematang. Hilang sekalian uan bahkan barang berharga yang merekayang mereka bawa dari rumah dan dibeli di Palembang pun jatuh ketangan kawan penyamun itu. (APDP : 50)
“kemanakah aku akan pergi? Kakak katakanlah kepadaku! Apakah gunanya aku hidup lagi?” (APDP : 56)

6.      Bedul dan istrinya
Dalam novel ini, Bedul dan istrinya digambarkan sebagai sepasang suami isteri yang hidup miskin dan bergantung pada keluarga Haji Sahak namun mereka memiliki hati yang  mulia.
Bukti :
         Isteri Bedul diam pula sejurus. Hampir ia menjawab mengajak iparnya itu tinggal bersama-sama dengan dia, tetapi segera timbul pikirnya yang mengatakan, bahwa tak patut ia mengucap yang demikian. Masaknya Nyi Haji Andun yang terhitung orang berada itu akan mungkin hidup pada mereka. Bukankah mereka suami isteri senanyiasa bergantung kepadanya, hidup atas kasihanya dengan suaminya? Mungkinkah ia sekatang akan bergantung pada mereka? (APDP : 57)

7.      Sima
Dalam novel ini Sima digambarkan sebagai seorang gadis yitu anak angkat dari Haji Sahak dan ia memiliki jiwa yang pengasih dan penyayang terbukti karena ia lah yang senantiasa merawat Nyi Hajjah Andun
Bukti :
      Dari dalam datang Sima, seorang perawan kecil, anak angkatnya,mengjak ia makan sebab sajian telah selesai. (APDP : 50)
Telah beberapa lama ia tidak berdaya lagi turun kebawah, sehari-hari ia tidur terlentang di tempat tidur dan jika sekali-kali hendak duduk haruslah ia dibantu oleh Sima. (APDP : 107)
             Sima anak gadis yang penuh kasih-sayang kepada perempuan, tempat ia berhutang budi itu, tergesa-gesa turun kebawah, seolah-olah sesungguhnya kakak angkatnya itu pulang kembali. (APDP : 108)

D.Alur
Roman “Anak Perawan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisjahbana ini menggunakan alur maju karena ceritanya disusun berdasarkan urutan waktu dan peristiwa yang terjadi. Berikut rangkaian alur yang terdapat dalam  novel :
•         Tahap Pengenalan
Seorang saudagar kaya bernama Haji Sahak akan pergi berdagang ke Palembang. Dari Pagar Alam menuju Palembang Haji Sahak membawa berpuluh-puluh kerbau dan beberapa macam barang dagangan lainnya. Istrinya yang bernama Nyai Hajjah Andun dan anak perawannya Sayu juga ikut pergi bersamanya. Di tengah-tengah perjalanan, rombongan Haji Sahak dihadang oleh segerombolan perampok yang dipimpin oleh Medasing. Perampok ini sangat kejam. Haji Sahak, istrinya, serta rombongan penyerta Haji Sahak lainnya dibunuh oleh segerombol perampok itu. Akan tetapi, Sayu, anak perawan Haji Sahak itu tidak mereka bunuh. Kemudian Sayu ikut dibawa ke sarang penyamun pimpinan Medasing itu.
•         Tahap Konflik
Suatu hari Samad, anak buah Medasing yang tugasnya sebagai pengintai datang ke sarang penyamun. Maksud kedatangannya adalah untuk meminta bagian dari hasil perampokan Medasing. Namun selama Samad berada di sarang penyamun itu, ia langsung jatuh hati pada Sayu yang memang sangat cantik. Secara diam-diam ia berniat membawa Sayu lari dari sarang penyamun itu. Dan niatnya itu ia bisikan kepada Sayu secara diam-diam. Samad berjanji pada Sayu bahwa dia akan mengembalikan Sayu kepada orang tuanya. Awalnya Sayu terbujuk oleh rayuan dan janji-janji Samad itu. Dalam dirinya sudah memutuskan untuk ikut lari bersama Samad. Akan tetapi sebelum niat untuk kabur terlaksana, Sayu mulai menangkap gelagat tidak baik dari Samad. Dia mulai ragu dan tidak percaya dengan janji-janji Samad itu. Dihari yang disepakati mereka untuk melarikan diri tersebut, Sayu menolak ajakan Samad dengan tegas. Walaupun dengan berat hati untuk sementara dia akan tetap tinggal di sarang penyamun itu.
•         Tahap Klimaks
Setelah berhasil merampok keluarga saudagar Haji Sahak, rupanya dalam perampokan-perampokan gerombolan Medasing selanjutnya sering mengalami kegagalan. Kegagalan perampokan yang mereka lakukan sebenarnya karena rencana mereka selalu dibocorkan oleh Samad. Samad selalu membocorkan rencana Medasing kepada saudagar dan pedagang kaya yang akan mereka rampok. Itu sebabnya, setiap kali mereka menyerang para pedagang atau saudagar yang lewat, mereka pasti mendapat perlawanan yang luar biasa. Akibatnya anak buah Medasing banyak yang meninggal ataupun terluka parah. Lama-kelamaan anak buah Medasing hanya tersisa seorang saja, yaitu Sanip. Betapa hancur hati Medasing menerima kenyataan pahit ini. Hatinya semakin pilu, ketika dalam perampokan yang terakhir kali, Sanip orang yang paling disayanginya itu meninggal dunia.
•         Tahap Anti Klimaks
Persediaan makanan dalam hutan sudah habis. Sayu sangat khawatir akan keadaan itu. Itulah sebabnya dia mengajak Medasing agar bersedia keluar dari persembunyiannya di hutan menuju kota Pagar Alam. Sesampainya di Pagar Alam keduanya langsung menuju ke rumah Sayu. Tetapi sampai di rumahnya, Sayu sangat terkejut sebab rumah itu sekarang bukan milik keluarganya lagi melainkan sudah menjadi milik orang lain. Menurut penuturan penghuni baru itu, ibunya sekarang tinggal di pinggiran kampung bersama dengan anak angkatnya Sima yang selama ini menemani dan merawatnya. Mendengar hal itu, Sayu dan Medasing langsung pergi  menuju ke tempat Nyai Haji Andun berada. Betapa bahagianya Nyai Haji Andun bertemu dengan anak perawan yang sangat dirindukannya itu. Dan rupaya itulah pertemuan terakhir mereka karena Nyai Haji Andun meninggal dunia. Menyaksikan kenyataan itu hati Sayu hancur, Medasing sendiri juga hancur hatinya. Kenyataan telah menyadarkan dirinya betapa kejamnya dia selama ini.                     
•         Tahap Penyelesaian
Lima belas tahun kemudian Medasing berangkat ke Taah Suci. Kembalinya dari sana, orang-orang kampung ramai menyambut kedatangannya dan Medasing mengubah namanya menjadi Haji Karim. Suatu malam, ketika Haji Karim sedang duduk termenung sambil mengenang masa lalunya yang kelam, tiba-tiba pintu rumahnya ada yang mengetuk. Ternyata yang mengetuk pintu itu adalah Samad. Haji Karim masih mengenalinya sebab Samad adalah anak buahnya sendiri yang selalu ia beri tugas sebagai pengintai para saudagar yang sedang lewat sebelum di rampok. Haji Karim yang tidak lain adalah Medasing itu, mengajak Samad agar bersedia hidup bersamanya. Waktu itu Samad memang tinggal di rumah Haji Karim dan istrinya Sayu. Namun paginya secara diam-diam Samad meninggalkan rumah Haji Karim. Dia pergi entah kemana, sementara Haji Karim dan keluarga hidup bahagia.

E.Latar
1.Latar tempat

Latar yang menunjang dalam novel ini kebanyakan latar fisik. Latar awal sebelum Medasing dibawa oleh salah seorang penyamun ke hutan temoat para penyamun itu adalah sebuah Dusun kecil jauh disebelah selatan tanah Pasemahan.
Bukti :
Ia berasal dari sebuah dusun yang kecil, jauh sebelah selatan tanah Pasemahan. Dahulu dusun itu ternama kekayaanya dan suatu ketika ia diserang oleh sekawan penyamun gagah perkasa. (APDP : 3)
Selain itu juga ada latar Dusun Pagar Alam, lembah Sungai Lematang, Dusun Endikat, Palembang, Gunung Dempo, dan Negeri Bandar.
Bukti :
Tiap-tiap malam kalau setiap rumah telah tertutup dan dusun Pagar Alam yang kecil itu telah sunyi senyap, barulah ia masuk kedalam untuk merebahkan diri. (APDP : 49)
Tangan Tusin yang patah dilempar anak pada pertempuran di lembah Sungai Lematang lebih dari dua bulan yang lalu telah sembuh dan sekarang ia telah dapat hidup seperti biasa bersama-sama dengan teman lainnya. (APDP : 58)
Maka bermaksudlah mereka pergi menuntut ilmu yang gaib-gaib. Di Dusun Endikat mereka bersua dengan seorang tua yang termashur karena sihirnya. Di sana mereka belajar beberapa bulan dan ketika masaklah perguruan mereka, maka orang tua itu memberi nasehat pergi bertarak ke gunung Dempo. (APDP : 7)
Ketika itu Medasing dengan bapak angkatnya pergi mengembara dari sebuah dusun kedusun yang lain. Sekalian dalam perjalanan mereka yang tak tentu arah itu mereka tiba di Palembang disanalah orang berdua tinggal  beberapa lamanya. (APDP : 5)
Orang berdua beranak itu pun pergi kesana. Berhari-hari mereka berjalan, kadang-kadang bermalam di dusun, kadang-kadang di hutan belantara yang sunyi senyap. Mendaki gunung Dempo, gunung hantu-iblis pun beberapa banyak memakan waktu. Hutan dan padang, tebing dan ngarai mereka lalui tetapi tidak sekecap juapun mereka berputus asa. (APDP : 7)
Dari gunung yang bertuah itumereka pergi kenegeri Bandar; dari situ mereka bertemu dengan teman-temannya yang berlima. (APDP : 7)

2.Latar waktu

“Anak Perawan di Sarang Penyamun” adalah Roman karya S.Takdir Alisjahbana yang di buat pada tahun 1940
•Pagi
Bukti :
   Langit di sebelah timur bertambah terang. Cahaya ungu suram bertambah lama bertambah kuning rupanya dan kesudahannya timbul dibalk awan emas yang bersusun matahari, mula-mula sepotong, sebelah dan kesudahannya bulat sebagai bulan digambar-gambaran, berseri-seri laksana orang tersenyum memandang ke dunia. (APDP : 29)
•Senja
Bukti :
Matahari baru terpuruk di sebelah barat dan gelap baru terentang, sehingga belumlah rapat benar; di sana-sini masih kelihatan bekas cahaya siang menyerupai kekabur-kaburan. (APDP : 76)
•Tengah hari
Bukti :
Telah lewat tengah hari ketika Medasing tiba kembali di pondok. Sayu duduk di muka pintu di atas tangga, sehingga dari jauh tampak kepadanya laki-laki itu datang. (APDP : 94)
•Malam
Bukti :
     Semalam-malaman itu Medasing hampir tak memicingkan matanya sekejap juapun oleh karena banyak yang mendesak pikiran hatinya. (APDP : 103)

3.Latar suasana

Dalam Roman ini latar suasananya beragam yaitu ada Suasana Gelap,  Mencekam, Sunyi, Mengharukan, Kebahagiaan, dan Kemalangan.
Bukti :
Di hutan yang lebat itu bertambah lama bertambah gelap. Sekalian bayang-bayang menjadi satu, mula-mula kekabur kaburan dan kesudahannya hitam-legam.
Dalam malam gelap gulita tampaklah sekalian pohon sebagai suatu pergumulan raksasayang maha hebat. Masing-masing menolak hendak merobohkan yang lain, mencekau ke kiri dan kekanan seperti hendak mencekik dan membunuh. (APDP : 14)
Demikianlah perkelahian antara penyamun dengan orang yang disamun, ketika sekonyong-konyong turun hujan yang lebat sebagai dicurahkan dari langit. Kilat serang-menyerang membelah gelap-hulita, sehingga beberapa kali terang-cuaca seluruh hutan, seluruh medan perjuangan di tepi jalan itu: Halilintar menderu-deru, dahsyat dan ngeri, seakan-akan hendak memusnahkan bumi, menghancur-remukkan sekalian manusia yang hidup dan tiada tahu akan harga hidupnya itu. (APDP : 21-22)
Sunyi bertambah sunyi dalam pondok tempat penyamun itu; mereka yang dahulu berlima sekarang hanya tinggal berdua lagi. (APDP : 87)
Tetapi sebelum ia menutup matanya untuk selama-lamanya ia telah mengecap kenikmatan pertemuan dengan biji matanya, yang dinantikan dan dihasratkannya dengan seluruh jiwanya, sehingga merusakkan dirinya, rohani dan jasmani. (APDP : 112)
Maka pada tengah malam yang sunyi senyap itu, laki-laki yang kuat dan besar itu meniarap mencium kedua anaknya berganti-ganti dan sebelum ia merebahkan dirinya akan memincingkan mata, ia menegadah keatas, menoda sejurus, mengucapkan syukur atas tuntutan Ilahi yang berkah dan rahim atas hidupnya. (APDP : 124)
Samad menceritakan kemelaratan dan kesengsaraannya dalam pengembaraan sejak perceraian pada malam perampokan yang sial itu.Malang datang menimpa malang, segala yang dipegangnya tak menjadi dan sekalian usahanya tiada berhasil. Jauh perjalanannya dan banyak negeri yang telah dikunjunginya,tetapi di mana-mana sial yang ditemuinya. (APSP : 125)

F.Gaya Bahasa

1. Unsur Leksikal
Dalam novel ini pengarang menggunakan diksi yang berfariasi dan sangat menarik ada yang terkesan Sadis atau kurang sopan dan ada juga yang membuatnya manjadi terkesan lebih sopan.
•Pengarang menggunakan kata jahanam untuk mengungkapkan sesuatu yang mengusik ketenaganya.
“kita lihat jahanam mana bermaksud menganggu kita” (APDP : 3)
“jahanam benar,” kata medasing dengan geramnya. (APDP : 3)
“sungguh jahanam benar,” kata Shan seorang dari penyamun yang berbaring disebelah kiri. (APDP : 8)
•Pengarang menggunakan kata amat untuk mengungkapkn kata sangat.
Maka amat mudahlah manusia yang buas-buas itu untuk mengambil harta dusun yang kaya itu. (APDP : 3)
Di dalam pondok itu tidur terlintang lima orang laki-laki, sekalianya kukuh-besar, lebih dari manusia biasa. Kelima-limanya tiada berbaju, hanya memakai escaping kain samping hingga pinggang dari badan mereka mengalir peluh amat banyak. (APDP : 1)
•Pengarang menggunakan kata sekawan untuk mengungkapkan kata segerombolan.
Dahulu dusun itu tenama kekayaanya dan pada suatu ketika diserah oleh sekawan penyamun gagah-perkasa. (APDP : 3)
2.   Unsur Gramatikal
Dalam novel ini pengarang menggunakan struktur kalimat yang banyak menggunakan kata ulang didalamnya untuk lebih menekankan sesuatu yang pengarang gambarkan.
Bukti :
              Sekarang hanya beberapa langkah lagi jaraknya mereka dari tebing diatas jalan. Medasing menegakan dirinya sambil mengawasi kemuka dan ia pun berdiri sambil tiada bergerak-gerak. Sebagai pohon diantara pohon-pohon yang lain. (APDP : 17)
Samad tak pernah beramah-ramahan dengan anaknya. Dalam pemandanganya pun mereka kebetulan dilahirkan oleh perempuan yang kebetulan menjadi isterinya. (APDP : 47)
Tiap-tiap hari ia melihat-lihat dan mendengar-dengar menantikan Sayu, seolah-olah ia belum dapat percaya bahwa anaknya itu sesunguhnya telah hilang. (APDP : 49)
Di dalam pondok itu tidur terlintang lima orang laki-laki, sekalianya kukuh-besar, lebih dari manusia biasa. Kelima-limanya tiada berbaju, hanya memakai escaping kain samping hingga pinggang dari badan mereka mengalir peluh amat banyak. (APDP : 1)

3. Sarana Retorika
Dalam novel ini pengarang menggunakan beberapa macam majas diantaranya adalah :
•Personifikasi 
Bukti :
Di tengah rimba yang lebat itu mengalir sebuah anak air, jernih dan deras di antara batu yang besar-besar. Sebelah hilir, sungai kecil itu melintas tebing dan disana ia jatuh berderai-derai sebagai pecahan kaca, sambil menyerakan bunyi yang gemuruh. (APDP : 1)
Sekonyong-konyong jatuh sepotong ranting keatas atap rumah itu. Ranting itu berguling-guling dan jatuh ketanah. (APDP : 2)

•Hiperbola
Bukti :
      Tetapi pada saat itu juga tiba pukulan yang kedua, lebih tepat, lebih dalam dari yang mula, yang rupanya terlansung dalam kegopohan. Lembing yang tajam yang tak tahu iba-kasihan itu masuk di rusuk, terus mendalam dan sekonyong-konyong ia ditarik diikuti oleh darah yang laksana disemburkan. (APDP : 12)

•Metafora
Bukti :
Dua tahun yang telah berlalu dua suami-isteri yang sangt dikasihi oleh rakyatnya itu naik haji anak beranak menyampaikan suruhan agama. Dua tahun lamanya tanah Pasemahan seakan-akan sarang ungas yang tertinggal dan dua tahun pula lamanya rakyat Pasemahan dengan hasrat menantikan pesirah mereka kembali. (APDP : 115)

G.Sudut Pandang
Roman ini bersudut pandang orang ketiga dan terbatas, yaitu terlihat jelas ketita pengarang menggambarkan sebuah rimba, menggambarkan fisik tokoh dan menggambarkan pertempuran serta perampokan yang dilakukan oleh para penyamun itu.
Bukti :
     Di tengah rimba yang lebat itu mengalir sebuah anak air, jernih dan deras di antara batu yang besar-besar. Sebelah hilir, sungai kecil itu melintas tebing dan disana ia jatuh berderai-derai sebagai pecahan kaca, sambil menyerakan bunyi yang gemuruh. (APDP : 1)
kukuh-besar, lebih dari manusia biasa. Kelima-limanya tiada berbaju, hanya memakai escaping kain samping hingga pinggang dari badan mereka mengalir peluh amat banyak. (APDP : 1)
Kelima penyamun itu turun dari pondok mereka masing-masing membawa senjata. Lembing ditangan dan parang dipinggang. Lain dari pada itu medasing membawa pestol tuanya. (APDP : 14)
Penyamun itu mengangkat tanganya mengayun tombak dan sedikit berdesau bunyi benda yang tajam itu menuju seorang dari anak pedati. Kain berderis-deris dan berdetar bunyi senjata pembunuh yang itu beradu dengan benda yang keras…Di telinga sampai terdengar bunyi orang mengeluh, mengaduh karena tombak yang tajam itu  telah mengerjakan pekerjaanya yang ngeri. (APDP : 21)
    Sohan terlentang ditanah dekat sebuah tiang, berlumur dengan darah yang keluar dari luka di dadanya, ditikam anak pedati. (APDP : 23)  

H. Amanat
Novel ini memiliki beberapa amanat yang ingin disampaikan kepada pembacanya. Diantaranya adalah :
•Kita tidak boleh mengambil hak milik orang lain apa lagi dengan pemaksaan.
•Kita diajarkan untuk dapat lebih menghargai orang lain.
•Hendaklah bertaubat selagi masih ada kesempatan.















DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Supratman. 1999. Roman Sastra Indonesia. Bandung: CV PUSTAKA 
          
SETIA

Haryati, Nas. 2011. Apresiasi Prosa Indonesia. Semarang: UNNES PRESS
























LEMBAR LAMPIRAN

ROMAN  “GADIS PERAWAN DI SARANG PENYAMUN”

Seorang saudagar kaya raya yang bernama Haji Sahak hendak pergi berdagang ke Palembang. Dalam perjalanan dari Pagar Alam menuju Palembang, Haji Sahak membawa berpuluh puluh kerbau dan beberapa macam barang dagangan lainnya. Ia juga mengajak istri dan anak perawannya.

Di tengah perjalanan, rombongan Haji Sahak dicegat oleh segerombolan perampok yang dipmpin oleh Medasing. Haji Sahak, istrinya, Nyi Hajjah Andun, serta semua anggota rombongannya dibantai oleh gerombolan Medasing. Hanya, Sayu, anak perawan Haji Sahak, yang tidak mereka bunuh. Mereka membawa gadis itu ke sarang mereka.

Suatu hari Samad, anak buah Medasing, yang bertugas sebagai pengintai datan ke sareang penyamun dan meminta bagian dari hasil perampok pada Medasing. Ketika melihat ada seorang gadis di sarang penyamun itu, dia jatuh hati pada Sayu yang memangsangat cantik. Secara diam diam, dia berniat untuk membawa gadis itu lari dari sarang penyamun tersebut. Dia memberitahukan niatnya itu kepada Sayu dan berjanji untuk mengantarkannya kepada orang tuanya. Pada awalnya, Sayu terbujuk oleh buju rayu Samad sehingga ia memutuskan untuk lari bersama penyamun tersebut. Akan tetapi, sebelum niatnya terlaksana, dia dengan tegas menolak ajakan Samad. Walaupun berat hati, dia akan tetap tinggal di sarang penyamun tersebut.

Setalah kejadian itu, perampokan yang dilakukan oleh gerombolan Medasing selalu gagal. Hal itu karena Samad selalu membocorkan rahasia perampokan mereka kepada saudagar atau pedagang kaya yang hendak dirampok oleh kelompok Medasing. Itulah sebabnya, setiap kali gerombolan penyamun itu hendak merampok para pedagang atau saudagar yang lewat, mereka mendapat perlawanan yang luar biasa. Para pedagang atau saudagar tersebut telah menunggu Medasing dan kawan kawannya dengan penuh kesiapan. Akibatnya banyak anak buah Medasing yang terluka parah dan meninggal. Lama kelamaan anak buah Medasing hanya tingal Sanip saja. Betapa hancur hati Medasin menerima kenyataan pahit ini. Dia merasa semakin sedih ketikan Sanip, dalam kenekatannya merampok yang terakhir kalinya, meninggal dunia. Medasing terluka parah, namun ia berhasil menyelamatkan diri.

Setelah Sanip meninggal, maka di sarang penyamun itu hanya tinggal Sayu dan Medasing saja. Sewaktu Medasing terluka parah, Sayu merasa bingung Sementara itu, persediaan makanan mereka pun semakin meinipis. Dengan pernuh kekhawatiran dan rasa takut yang luar biasa. Sayu mencoba mendekati Medasing Dia tidak tega melihat Medasing dalam keadaan terluka parah. Hati Nurianinya tergerak hendak merawat luka luka yang yang diderita Medasing.

Pada awalnya, Sayu merasa takut kepada Medasing. Perasaan hendak menolon dengan perasaan takut pada Medasing berkecamuk dalam hati dan pikiran gadis itu. Dia merasa sangat takut kepada Medasing sebab bagaimanapun orang yang ada di hadapannya itu merupakan pimpinan perampok yang kejam. Medasing sudah beberapa kali membunuh orang, termasuk membunuh kedua orang tuanya. Selain itu, seluruh anak buah Medasing yang jumahnya puluhan itu tak seorang pun yang berani melawannya. Akan tetapi, perasaan takut dan benci itu akhirnya terkalahkan oleh niatnya untuk menolong. Dia memberanikan diri mendekati Medasing. Dengan rasa takut dan gemetar, dia pun mengobati Medasing.

Mula mula merka berdua tidak banyak bicara. Sayu tidak berani berbicara sebab dia takut pada Medasing, sedangkan Medasing memang termasuk orang yang tidak suka berbicara. Dia hanya berbicara. Dia hanya bicara tentang hal hal yang penting saja. Namun, lama kelamaan, mereka berdua semakin akrab. Sayu pun menceritakan riwayat hidupnya. Demikian pula halnya dengan Medasing, ia pun menceritakan pengalaman hidupnya.

Dari cerita itu jelaslah bahwa sebelum menjadi penyamun yang sangat ditakuti, Medasing bukanlah keterunan penyamun. Dia merupakan keturunan orang baik baik. Medasing adalah anak seorang saudagar kaya. Kedua orang tuanya dirampok oleh segerombolan penjahat. Mereka meninggal dunia setelah dibantai dan dibunuh oleh gerombolan tersebut. Medasing, yang saat itu masih kecil, tidak dibunuh, ia dibawa ke sarang gerombolan dan diangkat anak oleh pimpinan penyamun itu. Karena tidak pernah mempunyai anak, pimpinan perampok itu sangat menyanyanginya. Setelah ayah angkatnya meninggal, pucuk pimpinan gerombolan penyamun langsung di pegang oleh Medasing. Gerombolan perampok yang dipimpinnya adalah gerombolan penyamun warisan dari ayah angkatnya. Dia tak pernah bercita cita untuk menjadi penyamun, apalagi menjadi seorang pimpinan penyamun. Karena sejak kecil hidup dalam lingkungan perampok, Medasing tidak mengetahui pekerjaan lain selain merampok. Hati Sayu menjadi luluh mendengar penuturan Medasing tentang sejarah hidupnya. Rasa benci dan dendam kepada Medasing lama lama menjadi luluh. Kemudian dengan penuh kesabaran dan penuh kasih sayang, dia merawat Medasing sampai lelaki itu sembuh.

Persediaan makanan dalam hutan sudah habis. Sayu sangat mengkhawatirkan keadaan itu. Itulah sebabnya, dia mencoba mengajak Medasing keluar dari persembunyian dalam hutan. Karena menyadari kenyataan tersebut, Medasing akhirnya menyetujuinya. Mereka keluar dari hutan menuju kota Pagar Alam.sesampainya di kota Pagar Alam, mereka langsung berangkat menuju rumah Sayu. Namun, ketika mereka tiba di tempat yang ditujunya, Sayu sangat terkejut sebab rumah itu bukan lagi miliknya. Menurut penuturan penghuni rumah baru itu, ibunya Sayu, Nyi Haji Andung, tinggal seorang diri di pinggir kampung. Mendengar kabar itu, mereka langsung menuju Nyi Haji Andun. Ternyata,Nyi Haji Andun berhasil menyelamatkan diri ketika ia diserang gerombolan Medasing, Dia mengalami luka parah dan selanjutnya tinggal menyendiri di ujung perkampungan.

Ketika medasin dan Sayu berusaha menemukan tempat tingganya, Nyi Haji Andun sedang dalam  keadaan sakit parah. Dia sering mengigaukan anaknya yang dibawa perampok. Pada saat keadaanya sangat kritis Medasing dan Sayu muncul di hadapan wanita tua itu. Betapa bahagianya perasaan Nyi Haji Andun bertemu dengan anaknya yang sangat dirindukannya itu. Rupanya itulah pertemuan terakhir mereka. Nyi Haji Andun meninggal dunia pada saat itu juga, dia meninggal di hadapan anak yang sangat dicintainya.

Menyaksikan keadaan tersebut, hati Sayu menjadi hancur. Demikian pula halnya dengan Medasing. Kenyataan itu telah menyadarkan dirinya betapa kejamnya dirinya selama ini. Dia merasa menyesal, malu, dan berdosa kepada Sayu dan keluarganya. Akibatnya, karena berbagai perasaan yang berkecamuk dalam hatinya, Medasing memutuskan untuk meninggal Sayu, sejak itu hidup Medasing berubah total. Dia giat bekerja sehingga menjadi seorang hartawan yang sangat dermawan.

Lima belas tahun kemudian, Medasing dan istrinya berangkat ke tanah suci. Sekembalinya dari tanah suci, orang orang kampung ramai menyambut kedatangan mereka. Suatu malam, ketika Haji Karim, nama baru Medasing setelah dia kembali dari tanah suci, sedang duduk duduk termenung sambil mengenang masa lalunya, tiba tiba pintu rumahnya diketuk. Ternyata orang yang mengetuk pintu itu adalah Samad. Haji Karim masih mengenalinya. Haji Karim pun mengajak Samad untuk hidup bersamanya. Waktu itu Samad memang tinggal di rumah Haji Karim dan istrinya yang tidak lain adalah Sayu. Namun, keesokan paginya, secara diam diam Samad meninggalkan rumah Haji Karim dan istrinya Dia pergi entah kemana, sedangkan. Haji karim hidup damai dan tentram bersama istrinya di kampung itu.
















0 Response to "UNSUR INTRINSIK Roman  “Anak Perawan disarang Penyamun”                             "

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel