-->

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MENURUT PARA AHLI

MAKALAH
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN
MENURUT PARA AHLI



Disusun dan Ditulis untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan (PIP)
Dosen :  Cintya Nurika Irma, M.Pd

Oleh:
1. Azis Hernandi (40418029)
2. Ismi Jabah (40418031)








PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PERADABAN BUMIAYU
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung aspek dan sifatnya sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak sebuah batasan pun yang cukup memadai untuk menjelaskan arti pendidikan secara lengkap. Batasan tentang pendidikan yang dibuat para ahli beraneka ragam, dan kandungannya berbeda yang satu dari yang lain.
Usaha sadar yang sistemis-sistemik selalu bertolak dari sejumlah landasan serta mengindahkan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap pengembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu.
Dengan wawasan pendidikan yang tepat, serta dengan menerapkan asas-asas pendidikan yang tepat pula, akan dapat memberi peluang yang lebih besar dalam merancang dan menyelenggarakan program pendidikan yang tepat, wawasan itu akan memberikan perspektif yang lebih luas terhadap pendidikan baik dalam konseptual maupun operasional.
Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan rencana yang telah disusun dengan cermat dan rinci. Implementasi ini biasanya selesai setelah dianggap permanen, Implementasi ini tidak hanya aktifitas, tetapi suatu kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan dengan serius dengan mengacu pada norma-norma tertentu mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu, pelaksanaan tidak berdiri sendiri, akan tetapi dipengaruhi oleh objek berikutnya.
Terkait dengan hal ini, pada bab selanjutnya akan dibahas tentang memahami implementasi pendidikan menurut  beberapa ahli.




B. Masalah Rumusan
Supaya persoalan yang dikaji dalam makalah ini dapat terarah, maka perlu dirumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimanakah konsep implementasi pendidikan?
2. Bagaimanakah konsep pendidikan menurut tokoh-tokoh pendidikan?

C. Tujuaan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui konsep implementasi pendidikan.
2. Mengetahui konsep pendidikan menurut tokoh-tokoh pendidikan.





















BAB II
PEMBAHASAN

A. Implementasi Konsep Pendidikan Menurut Danah Zohar (Pendidikan Sebagai Pengembangan Kecerdasan Spiritual)
Danah Zohar (lahir tahun 1945) adalah seorang penulis dan pembicara Amerika-Inggris mengenai fisika, kompleksitas, manajemen, dan ilmuwan bidang psikologi pendidikan. Dia mengusulkan kecerdasan spiritual sebagai aspek kecerdasan yang berada diatas ukuran tradisional IQ dan berbagai pengertian tentang kecerdasan emosional, pada tingkat sadra makna dan tujuan,  dan itu berasal dari sifat sistem adaptif kompleks yang hidup.
Zohar dan Marshal mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nlai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tinadakan dan jalan hidup seseorang lebih bermakna daripada yang lain.
Zohar dan Marshal mengindikasikan tanda IQ yang telah berkembang dengan baik mencakup hal berikut:
1. Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif).
2. Tingkat kesadaran yang tinggi.
3. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan.
4. Kemampuan untuk menghadapi dan melampauai rasa sakit.
5. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai.
6. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu .
7. Kecenderungan untuk melihat ketertarikan antara berbagai hal (holistic view)
8. Kecenderungan untuk bertanya dan mencari jawaban yang mendasar.
9. Bertanggung jawab untuk membawakan visi dan nilai yang lebih tinggi pada orang lain.
Seseorang yang tinggi IQ-nya cenderung menjadi seorang pemimpin yang penuh pengabdian, yaitu seorang yang bertanggung jawab untuk membawakan visi dan nilai yang lebih tinggi terhadap orang lain, ia dapat memberikan inspirasi terhadap orang lain.

B. Implementasi Konsep Pendidikan Menurut Michele Borba (Pendidikan Sebagai Pengembangan Kecerdasan Moral)
Michele Borba adalah seorang psikolog juga sebagai pendidik, salah satunya aktifitasnya sebagai dosen.
Kecerdasan moral merupakan bagian dari manusia yang mempertajam pedoman moral manusia dan memastikan bahwa tujuan konsisten dengan pedoman moral. Kompetensi moral merupakan kemampuan untuk bertindak berdasarkan prinsip moral tersebut. Sedangkan kompetensi emosional merupakan kemampuan untuk mengatur emosi kita dengan orang lain dalam situasi tuntutan moral.
Jadi pendidikan kecerdasan moral menurut borba bagaimana kita mengajarkan proses pembelajaran moral supaya tetap berada di jalan yang benar dan agar selalu bermoral dalam bertindak.

C. Implementasi Konsep Pendidikan Menurut Pavlov dan Skinner (Pendidikan Sebagai Pembentukan Perilaku)
Prinsip belajar yang dikembangkan oleh Skinner antara lain:
1. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
2. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3. Materi pelajara, digunakan sistem modul.
4. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
5. Dalam proses pembelajaran, tidak diguanakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
6. Tingkahlaku yang sudah sesuai dengan keinginan pendidik, diberi hadiah, dan sebagaimya.
7. Dalam pembelajaran digunakan shaping.

Pandangan Pavlov tentang belajar, ia mengutamakan perilaku dan perubahan tingkah laku organisme melalui hubungan stimulus respon (S-R). Dengan demikian belajar hendaknya mengkondisi stimulus agar bisa menimbulkan respon. Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang terus-menerus yang timbul sebagai akibat dari persyaratan kondisi.
Pertanyaan guru diikuti angkat tangan siswa, suatu pertanda siswa dapat menjawabnya. Kondisi-kondisi tersebut diciptakan untuk memanggil suatu respon atau tanggapan.

D. Implementasi Konsep Pendidikan Menurut Piaget (Pendidikan sebagai Pengembangan Kemampuan Mengontruksi Pengetahuan)
Teori Piaget membahas kognitif atau intelektual. Perkembangan intelektual erat hubungannya dengan belajar, sehingga perkembangan intektual ini daapt dijadikan landasan dalam memahami belajar.
Implikasinya adalah:
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai cara berfikir anak
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi denagn lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru, tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai dengan perkembangannya.
5. Didalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temannya.

E. Implementasi Konsep Pendidikan Menurut Muzhoffar Akhwan (Penguatan Pendidikan Karakter)
Penguatan pendidikan moral (moral education) atau pendidikan karakter (character education) dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di negara kita. Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas.
Krisis  yang melanda pelajar (juga elite politik) mengindikasikan bahwa pendidikan agama dan moral yang didapat di bangku sekolah (kuliah) tidak berdampak terhadap perubahan perilaku manusia Indonesia. Bahkan yang terlihat adalah begitu banyak manusia Indonesia yang tidak koheren antara ucapan dan tindakannya. Kondisi demikian, diduga berawal dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan.
Demoralisasi terjadi karena proses pembelajaran cenderung mengajarkan pendidikan moral dan budi pekerti sebatas teks dan kurang mempersiapkan siswa untuk menyikapi dan menghadapi kehidupan yang kontradiktif. Dalam konteks pendidikan formal di sekolah/madrasah, bisa jadi salah satu penyebabnya karena pendidikan di Indonesia lebih menitik beratkan kepada pengembangan intelektual atau kognitif semata, sedangkan aspek soft skill atau nonakademik sebagai unsur utama pendidikan moral belum diperhatikan.
Padahal, pencapaian hasil belajar siswa tidak dapat hanya dilihat dari ranah kognitif dan psikomotorik, sebagaimana selama ini terjadi dalam praktik pendidikan kita, tetapi harus juga dilihat dari hasil afektif, Ketiga ranah berhubungan secara resiprokal, meskipun kekuatan hubungannya bervariasi dari satu kasus ke kasus yang lain. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas pencapaian hasil kognitif terjadi sejalan dengan efektivitas pencapaian ranah afektif.
Dalam Renstra Kemendiknas 2010-2014  telah dicanangkan visi penerapan pendidikan karakter, maka diperlukan kerja keras semua pihak, terutama terhadap program-program yang memiliki kontribusi besar terhadap peradaban bangsa harus benar-benar dioptimalkan. Namun, penerapan pendidikan karakter di sekolah/ madrasah memerlukan pemahaman tentang konsep, teori, metodologi dan aplikasi yang relevan dengan pembentukan karakter (character building) dan pendidikan karakter (character education).

F. Implementasi Pendidikan Karakter Menurut Lickona
1. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter telah menjadi perhatian berbagai negara dalam rangka mempersiapkan generasi yang berkualitas, bukan hanya untuk kepentingan individu warga negara, tetapi juga untuk warga masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan karakter dapat diartikan sebagai the deliberate us of all dimensions of school life to foster optimal character development (usaha kita secara sengaja dari seluruh dimensi kehidupan sekolah/madrasah untuk membantu pembentukan karakter secara optimal).
Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakan bahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan. Bagan dibawah ini merupakan bagan keterkaitan ketiga kerangka pikir ini.
Karakter yang baik menurut Lickona:
Berdasarkan tujuan pendidikan nasional, maka pendidikan karakter  adalah suatu program pendidikan (sekolah dan luar dekolah) yang mengorganisasikan dan menyederhanakan sumber-sumber moral dan disajikan dengan memerhatikan pertimbangan psikologis untuk pertimbangan pendidikan.
Tujuan pendidikan karakter adalah mengajarkan nilai-nilai tradisional tertentu, nilai-nilai yang diterima secara luas sebagai landasan perilaku yang baik dan bertanggung jawab. Nilai-nilai ini juga digambarkan sebagai perilaku moral. Pendidikan karakter selama ini baru dilaksanakan pada jenjang pendidikan pra sekolah/madrasah (taman kanak-kanak atau raudhatul athfāl). Sementara pada jenjang sekolah dasar dan seterusnya kurikulum di Indonesia masih belum optimal dalam menyentuh aspek karakter ini, meskipun sudah ada materi pelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan. Padahal jika Indonesia ingin memperbaiki mutu sumber daya manusia dan segera bangkit dari ketinggalannya, maka Indonesia harus merombak sistem pendidikan yang ada, antara lain memperkuat pendidikan karakter.
Strategi pembelajaran yang berkenaan dengan moral knowing akan lebih banyak belajar melalui sumber belajar dan nara sumber. Pembelajaran moral loving akan terjadi pola saling membelajarkan secara seimbang di antara siswa. Sedangkan pembelajaran moral doing akan lebih banyak menggunakan pendekatan individual melalui pendampingan pemanfaatan potensi dan peluang yang sesuai dengan kondisi lingkungan siswa. Ketiga strategi pembelajaran tersebut sebaiknya dirancang secara  sistematis agar para siswa dan guru dapat memanfaatkan segenap nilai-nilai dan moral yang sesuai dengan potensi dan peluang yang tersedia di lingkungannya.
Dengan demikian, hasil pembelajarannya ialah terbentuknya kebiasaan berpikir  dalam arti peserta didik memiliki pengetahuan, kemauan dan keterampilan dalam berbuat kebaikan. Melalui pemahaman yang komprehensif ini diharapkan dapat menyiapkan pola-pola manajemen pembelajaran yang dapat menghasilkan anak didik yang memiliki karakter yang kuat dalam arti memiliki ketangguhan dalam keilmuan, keimanan, dan perilaku shaleh, baik secara pribadi maupun sosial.
2. Konsep Kurikulum
Kurikulum merupakan rencana tertulis yang berisi tentang ide-ide dan gagasan-gagasan yang dirumuskan oleh pengembang kurikulum. Kurikulum dapat diartikan sebagai sebuah dokumen perencanaan yang berisi tujuan yang harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan peserta didik, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen yang dirancang dalam kehidupan  nyata.
Komponen-komponen  kurikulum saling berkaitan dan saling mempengaruhi, terdiri dari tujuan yang menjadi arah pendidikan, komponen pengalaman belajar, komponen strategi pencapaian tujuan, dan komponen evaluasi. Kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang memberikan arah dan tujuan pendidikan.
Di era kurikulum 2013 yang pembelajarannya ebih mendapatkan penegasan pada kewenangan guru untuk menentukan indikator, pengalaman belajar, dan rangkaian belajar yang bisa mengantarkan tercapainya Kompetensi Dasar dan Standar Kompetensi yang sudah dibuat oleh pemerintah pusat.  Bahkan untuk pendidikan agama (PAI) dan pendidikan kewarganegaraan sudah mendapatkan pembobotan yang jelas, yakni PAI dengan akhlak mulia atau budi pekerti dan PPKN terkonsentrasi pada kepribadian. Kalau saja mata pelajaran ini bisa diturunkan dalam pembelajaran nyata di sekolah/madrasah, dengan fokus dan pendekatan yang jelas pada akhlak mulia, budi pekerti, dan kepribadian, seharusnya sudah bisa memberi harapan yang jauh lebih baik untuk memperbaiki akhlak siswa dibanding dengan harapan pada kurikulum sebelumnya. Namun untuk melakukan penguatan bagi perubahan perilaku peserta didik yang semakin berakhlak yang mengarah pada perolehan nilai-nilai hidup, bukan semata-mata nilai angka yang hanya menggambarkan prestasi akademik, bukan belajar untuk berprestasi dalam kehidupan.
Desain kurikulum pendidikan karakter bukan sebagai teks bahan ajar yang diajarkan secara akademik, tetapi lebih merupakan proses pembiasaan perilaku bermoral. Nilai moral dapat diajarkan secara tersendiri maupun diintegrasikan dengan seluruh mata pelajaran dengan mengangkat moral pendidikan atau moral kehidupan, sehingga seluruh proses pendidikan merupakan proses moralisasi perilaku peserta didik. Bukan proses pemberian pengetahuan moral, tetapi suatu proses pengintegrasian moral pengetahuan.  
Pendidikan karakter dipahami sebagai upaya menanamkan kecerdasan dalam berpikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengalaman dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur  yang menjadi jati dirinya. Penamaan pendidikan karakter tidak bisa hanya sekedar transfer ilmu pengetahuan atau melatih suatu keterampilan tertentu. Pendidikan karakter perlu proses, contoh teladan, pembiasaan atau pembudayaan dalam lingkungan peserta didik dalam lingkungan sekolah/madrasah, keluarga, lingkungan masyarakat, mapun lingkungan media massa.
Dari pengalaman ada dua pendekatan dalam pendidikan karakter, yaitu: (1) Karakter yang diposisikan sebagai mata pelajaran tersendiri; dan (2) Karakter yang built- in dalam setiap mata pelajaran. Sampai saat ini, pendekatan pertama ternyata lebih efektif dibandingkan pendekatan kedua. Salah satu alasannya ialah karena para guru mengajarkan masih seputar teori dan konsep, belum sampai ke ranah metodologi dan aplikasinya dalam kehidupan. Idealnya, dalam setiap proses pembelajaran mencakup aspek konsep (hakekat), teori (syare’at), metode (tharekat) dan aplikasi (ma’rifat). Jika para guru sudah mengajarkan kurikulum secara komprehensif melalui konsep, teori, metodologi dan aplikasi setiap bidang studi, maka kebermaknaan yang diajarkannya akan lebih efektif dalam menunjang pendidikan karakter.
Nilai-nilai karakter antara lain:
a. Cinta kepada Allah dan alam semesta beserta isinya;
b. tanggung jawab, disiplin dan mandiri;
c. jujur;
d. hormat dan santun;
e. kasih sayang, peduli, dan kerja sama;
f. percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah;
g. keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, dan toleransi, cinta damai, dan persatuan. Untuk implementasinya memerlukan kajian dan aplikasi nilai-nilai yang terkandung dalam karakter bangsa pada kegiatan pembelajaran di sekolah/madrasah.
Integrasi nilai karakter bangsa pada kegiatan pembelajaran dapat dilakukan melalui tahap-tahap perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
Implementasi:
Proses pembelajaran pendidikan karakter secara terpadu bisa dibenarkan karena sejauh ini muncul keyakinan bahwa anak akan tumbuh dengan baik jika dilibatkan secara alamiah dalam proses belajar. Istilah terpadu dalam pembelajaran berarti pembelajaran menekankan pengalaman belajar dalam konteks yang bermakna. Pengajaran terpadu dapat didefinisikan: suatu konsep dapat dikatakan sebagai pendekatan belajar yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran terpadu, peserta didik  akan memahami konsep yang dipelajari melalui pengalam langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah dipahaminya melalui kesempatan mempelajari apa yang berhubungan dengan tema atau peristiwa autentik (alami).
Dengan demikian, ciri pendidikan terpadu adalah: (1) berpusat pada peserta didik; (2) memberikan pengalam langsung  kepada peserta didik; (3) pemisahan bidang studi tidak begitu jelas; (4) menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam suatu proses pembelajaran; (5) bersifat luwes, dan (6) hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik.
Integrasi pembelajaran dapat dilakukan dalam substansi materi, pendekatan,  metode, dan model evaluasi yang dikembangkan. Tidak semua substansi materi pelajaran cocok untuk semua karakter yang akan dikembangkan, perlu dilakukan seleksi materi dan sinkronisasi dengan karakter yang akan dikembangkan. Pada prinsipnya semua mata pelajaran dapat digunakan sebagai alat untuk mengembangkan semua karakter peserta didik, namun agar tidak terjadi tumpang-tindih dan terabaikannya salah satu karakter yang akan dikembangkan, perlu dilakukan pemetaan berdasarkan kedekatan materi dengan karakter yang akan dikembangkan.
Dalam pendidikan karakter, pemodelan atau pemberian teladan merupakan strategi yang biasa digunakan. Untuk dapat menggunakan strategi ini ada dua syarat harus dipenuhi. Pertama, guru harus berperan sebagai model yang baik bagi peserta didik  dan anaknya. Kedua, peserta didik harus meneladani orang terkenal yang berakhlak mulia, misalnya Nabi Muhammad saw. Cara guru menyelsaikan masalah dengan adil, menghargai pendapat anak dan mengeritik orang lain dengan santun, merupakan perilaku yang secara alami dijadikan model bagi anak.
Inkulkasi dan metode keteladanan  mendemonstrasikan kepada peserta didik merupakan cara terbaik untuk mengatasi berbagai masalah; orang akan melakukan proses identifikasi, meniru, dan memeragakannya. Dengan metode pembiasaan, seseorang akan memiliki komitmen yang hebat. Pembiasaan dalam penanaman moral merupakan tahapan penting yang seyogianya menyertai perkembangan setiap mata pelajaran. Mengajari moral tanpa pembiasaan melakukannya, hanyalah menabur benih ke tengah lautan, karena moral bukan sekedar pengetahuan, tetapi pembiasaan bermoral. Fasilitasi melatih peserta didik mengatasi masalah-masalah tersebut. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan peserta didik dalam melaksanakan metode fasilitasi membawa dampak positif pada perkembangn kepribadian peserta didik.
Pembelajaran moral bagi peserta didik akan lebih efektif apabila disajikan dalam bentuk gambar, seperti film, sehingga peserta didik bukan saja menangkap maknanya dari pesan verbal mono-pesan, melainkan bisa menangkap pesan yang multi-pesan dari gambar, keterkaitan antargambar dan peristiwa dalam alur cerita yang disajikan. Contoh: penyampaian pesan bahwa narkoba itu harus dihindari, maka tayangan  tentang derita orang-orang yang dipenjara karena korban narkoba jauh lebih bermakna daripada disampaikan secara lisan, melalui metode ceramah. Namun demikian, bila ingin lebih mendalam tingkat penerimaan mereka, bisa dilanjutkan dengan metode renungan (al-muhasabah) setelah terkondisikan dengan baik melalui cerita dalam film yang baru saja ditayangkan.
Kecerdasan, keterampilan, dan ketangkasan seseorang berbeda-beda, sebagaimana perbedaan dalam temperamen dan wataknya. Ada yang memiliki temperamen tenang, mudah gugup atau grogi. Ada yang mudah paham dengan isyarat saja apabila salah dan ada yang tidak bisa berubah, kecuali setelah melihat mata membelalak, bahkan dengan bentakan, ancaman, dan hukuman secara fisik. Sekalipun hukuman pukulan merupakan salah satu metode dalam pendidikan, seyogianya guru tidak menggunakannya sebelum mencoba dulu dengan cara lain.
Beberapa keterampilan yang diperlukan agar seseorang dapat mengamalkan nilai yang dianut sehingga berperilaku konstruktif dan bermoral dalam masyarakat. Keterampilan tersebut antara lain:
Keterampilan berpikir kritis, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Mencari kejelasan pernyataan atau pertanyaan;
b. Mencari alasan;
c. Mencoba memperoleh informasi yang benar;
d. Menggunakan sumber yang dapat dipercaya;
e. Mempertimbangkan keseluruhan situasi;
f. Mencari alternatif;
g. Bersikap terbuka..
Pendidikan yang hakiki merupakan ikhtiat untuk memperoleh nilai hidup, bukan nilai angka sebagaimana lazimnya saat ini, tetapi menghasilkan makna dari setiap pengetahuan  yang dipelajarinya. Pemerolehan makna menjadi ukuran dari setiap proses pembelajaran. Tak ada proses belajar, bila belum menghasilkan rekonstruksi makna baru yang dapat memberikan pencerahan bagi si pembelajar.

G. Implementasi Konsep Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara
Tokoh ini sangat identik dengan pendidikan di Indonesia.  Dia dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Hari lahirnya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya pun dipakai oleh Departemen Pendidikan RI sebagai jargon, yaitu tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarsa sung tulada (di belakang memberi dorongan, di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa, di depan memberi teladan).
Ki Hajar Dewantara dilahirkan di Yogyakarta (2 Mei 1889) dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Semasa kecilnya, RM Soewardi Soeryaningrat sekolah di ELS (SD Belanda). Kemudian, ia melanjutkan ke STOVIA (sekolah dokter bumiputra), namun tidak tamat. Setelah itu, dia bekerja sebagai wartawan di Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Tulisan-tulisannya sangat tajam dan patriotik sehingga membangkitkan semangat anti penjajahan.
Sekembalinya ke tanah air, bersama rekan-rekannya, RM Soewardi Soeryaningrat mendirikan Perguruan Nasional Tamansiswa (3 Juli 1922). Perguruan ini mendidik para siswanya untuk memiliki nasionalisme sehingga mau berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Demi memuluskan langkahnya-langkahnya, RM Soewardi Soeryaningrat pun berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara. Sebagai seorang bangsawan yang berasal dari lingkungan Kraton Yogyakarta dan dengan gelar RM di depan namanya, dia kurang leluasa bergerak.
Aktivitas Tamansiswa pun ditentang oleh Pemerintah Belanda melalui Ordonasi Sekolah Liar pada 1932. Dengan gigih RM Soewardi Soeryaningrat pun berjuang hingga ordonansi itu dicabut. Sambil mengelola Tamansiswa, RM Soewardi Soeryaningrat tetap rajin menulis. Namun bukan lagi soal politik, melainkan soal pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.
Tahun 1943, ketika Jepang menduduki Indonesia, Ki Hajar Dewantara bergabung ke Pusat Tenaga Rakyat (Putera). Di organisasi tersebut, dia menjadi salah seorang pimpinan bersama Soekarno, Muhammad Hatta, dan K.H. Mas Mansur. Setelah Indonesia merdeka, ia pun dipercaya menjabat Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan yang pertama. Berbagai aktivitasnya dalam memperjuangkan pendidikan  di tanah air sebelum hingga Indonesia merdeka tersebut, membuatnya dianugerahui gelar doktor kehormatan oleh Universitas Gadjah Mada (1957).
Ki Hajar Dewantara meninggal pada 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di Kampung Celeban (Yogyakarta). Kemudian, atas jasa-jasanya, pendiri Taman siswa itu ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional. Ki Hajar Dewantara pun mendapat gelar Bapak Pendidikan Nasional dan tanggal kelahirannya, 02 Mei ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Ki Hajar Dewantara membedakan antara pendidikan (opvoeding) dengan pengajaran (onderwijs). Pengajaran adalah pendidikan dengan memberikan ilmu pengetahuan dan memberikan keterampilan yang mempengaruhi kecerdasan pada anak-anak, yang bermanfaat untuk hidup lahir batin anak-anak (Tauchid dkk.,1962:20).
Sementara yang dinamakan pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara adalah upaya kebudayaan yang berazaskan keadaban untuk memberikan dan memajukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dantubuh anak yang selaras dengan dunianya. Oleh sebab itu segala alat, usaha, dancara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya keadaan yang tersimpan dalam adat istiadat setiap rakyat Dewantara, 1962:14-15; Tauchid dkk., 1962:20, 166).
Pendidikan hanya merupakan sebuah tuntunan, dimana pertumbuhan hidup anak tidak ditentukan oleh kehendak pendidik. Ki Hadjar Dewantara menyarankan agar pendidik hanya menuntun pertumbuhan dan hidupnya agar dapat bertambah baik budi pekertinya (Tauchid dkk., 1962:21).
Ki Hadjar Dewantara (1957:42-43) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan adalah memajukan kesempurnaan hidup, yaitu kehidupan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Oleh sebab itu pendidik  menuntun anak pada kehidupan  yang selaras  dengan alam  dan masyarakatnya.

BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidikan syarat mutlak apabila manusia ingin tampil dengan sifat-sifat hakikat manusia yang dimilikinya. Untuk bisa bersosialisasi anatar sesama manuasia diperlukan pendidikan. Definisi tentang pendidikan banyak ragamnya, definisi yang satu dapat berbeda dengan yang lainnya. Yang terpenting dari semua itu adalah bahwa pendidikan harus dilaksanakan secara sadar, memounyai tujuan yang jelas, dan menjamin terjadinya perubahan kea rah yang lebih baik. Sedangkan pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama, yang disebut dengan Implementasi Konsep Pendidikan. Ini berarti bahwa  keberhasilan  pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung pada bagaimana proses pembelajaran sebagai implentasi pendidikan dapat berlangsung secara efektif.
Sistem pendidikan yang dikembangkan disuatu negara hendaknya dapat menjadi wadah yang sesuai dengan perkembangan peserta didik. Beberapa pendapat toko diatas adalah konsep yang dapat dijadikan acuan/ pedoman dalam menyeleggarakan dan memajukan pendidikan.






DAFTAR PUSTAKA

Rostitawati, Tita. Konsep Pendidikan John Dewey. IAIN Sultan Amai: Gorontalo
Rohman, Arif. 2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Mediatama
Sukardjo, M dan Komarudin Ukim. 2009. Landasan Pendidikan. Rajawali Pers: Jakarta
Syarifudin, Tatang.  2009.  Landasan Pendidikan.  Jakarta:  Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI
Tauchid, Moch., Soeratman, Sajoga, Ratih S. Lahade, Soendoro, Abdurrachman Surjoamihardjo. 1962. Karya K.H. Dewantara, Bagian Pertama: Pendidikan. Yogyakarta: Madjelis Luhur Persatuan Taman Siswa.


IMPLEMENTASI PENDIDIKAN
MENURUT PARA AHLI



Disusun dan Ditulis untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan (PIP)
Dosen :  Cintya Nurika Irma, M.Pd

Oleh:
1. Azis Hernandi (40418029)
2. Ismi Jabah (40418031)








PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PERADABAN BUMIAYU
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung aspek dan sifatnya sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak sebuah batasan pun yang cukup memadai untuk menjelaskan arti pendidikan secara lengkap. Batasan tentang pendidikan yang dibuat para ahli beraneka ragam, dan kandungannya berbeda yang satu dari yang lain.
Usaha sadar yang sistemis-sistemik selalu bertolak dari sejumlah landasan serta mengindahkan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap pengembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu.
Dengan wawasan pendidikan yang tepat, serta dengan menerapkan asas-asas pendidikan yang tepat pula, akan dapat memberi peluang yang lebih besar dalam merancang dan menyelenggarakan program pendidikan yang tepat, wawasan itu akan memberikan perspektif yang lebih luas terhadap pendidikan baik dalam konseptual maupun operasional.
Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan rencana yang telah disusun dengan cermat dan rinci. Implementasi ini biasanya selesai setelah dianggap permanen, Implementasi ini tidak hanya aktifitas, tetapi suatu kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan dengan serius dengan mengacu pada norma-norma tertentu mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu, pelaksanaan tidak berdiri sendiri, akan tetapi dipengaruhi oleh objek berikutnya.
Terkait dengan hal ini, pada bab selanjutnya akan dibahas tentang memahami implementasi pendidikan menurut  beberapa ahli.




B. Masalah Rumusan
Supaya persoalan yang dikaji dalam makalah ini dapat terarah, maka perlu dirumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimanakah konsep implementasi pendidikan?
2. Bagaimanakah konsep pendidikan menurut tokoh-tokoh pendidikan?

C. Tujuaan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui konsep implementasi pendidikan.
2. Mengetahui konsep pendidikan menurut tokoh-tokoh pendidikan.





















BAB II
PEMBAHASAN

A. Implementasi Konsep Pendidikan Menurut Danah Zohar (Pendidikan Sebagai Pengembangan Kecerdasan Spiritual)
Danah Zohar (lahir tahun 1945) adalah seorang penulis dan pembicara Amerika-Inggris mengenai fisika, kompleksitas, manajemen, dan ilmuwan bidang psikologi pendidikan. Dia mengusulkan kecerdasan spiritual sebagai aspek kecerdasan yang berada diatas ukuran tradisional IQ dan berbagai pengertian tentang kecerdasan emosional, pada tingkat sadra makna dan tujuan,  dan itu berasal dari sifat sistem adaptif kompleks yang hidup.
Zohar dan Marshal mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nlai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tinadakan dan jalan hidup seseorang lebih bermakna daripada yang lain.
Zohar dan Marshal mengindikasikan tanda IQ yang telah berkembang dengan baik mencakup hal berikut:
1. Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif).
2. Tingkat kesadaran yang tinggi.
3. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan.
4. Kemampuan untuk menghadapi dan melampauai rasa sakit.
5. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai.
6. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu .
7. Kecenderungan untuk melihat ketertarikan antara berbagai hal (holistic view)
8. Kecenderungan untuk bertanya dan mencari jawaban yang mendasar.
9. Bertanggung jawab untuk membawakan visi dan nilai yang lebih tinggi pada orang lain.
Seseorang yang tinggi IQ-nya cenderung menjadi seorang pemimpin yang penuh pengabdian, yaitu seorang yang bertanggung jawab untuk membawakan visi dan nilai yang lebih tinggi terhadap orang lain, ia dapat memberikan inspirasi terhadap orang lain.

B. Implementasi Konsep Pendidikan Menurut Michele Borba (Pendidikan Sebagai Pengembangan Kecerdasan Moral)
Michele Borba adalah seorang psikolog juga sebagai pendidik, salah satunya aktifitasnya sebagai dosen.
Kecerdasan moral merupakan bagian dari manusia yang mempertajam pedoman moral manusia dan memastikan bahwa tujuan konsisten dengan pedoman moral. Kompetensi moral merupakan kemampuan untuk bertindak berdasarkan prinsip moral tersebut. Sedangkan kompetensi emosional merupakan kemampuan untuk mengatur emosi kita dengan orang lain dalam situasi tuntutan moral.
Jadi pendidikan kecerdasan moral menurut borba bagaimana kita mengajarkan proses pembelajaran moral supaya tetap berada di jalan yang benar dan agar selalu bermoral dalam bertindak.

C. Implementasi Konsep Pendidikan Menurut Pavlov dan Skinner (Pendidikan Sebagai Pembentukan Perilaku)
Prinsip belajar yang dikembangkan oleh Skinner antara lain:
1. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
2. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3. Materi pelajara, digunakan sistem modul.
4. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
5. Dalam proses pembelajaran, tidak diguanakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
6. Tingkahlaku yang sudah sesuai dengan keinginan pendidik, diberi hadiah, dan sebagaimya.
7. Dalam pembelajaran digunakan shaping.

Pandangan Pavlov tentang belajar, ia mengutamakan perilaku dan perubahan tingkah laku organisme melalui hubungan stimulus respon (S-R). Dengan demikian belajar hendaknya mengkondisi stimulus agar bisa menimbulkan respon. Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang terus-menerus yang timbul sebagai akibat dari persyaratan kondisi.
Pertanyaan guru diikuti angkat tangan siswa, suatu pertanda siswa dapat menjawabnya. Kondisi-kondisi tersebut diciptakan untuk memanggil suatu respon atau tanggapan.

D. Implementasi Konsep Pendidikan Menurut Piaget (Pendidikan sebagai Pengembangan Kemampuan Mengontruksi Pengetahuan)
Teori Piaget membahas kognitif atau intelektual. Perkembangan intelektual erat hubungannya dengan belajar, sehingga perkembangan intektual ini daapt dijadikan landasan dalam memahami belajar.
Implikasinya adalah:
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai cara berfikir anak
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi denagn lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru, tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai dengan perkembangannya.
5. Didalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temannya.

E. Implementasi Konsep Pendidikan Menurut Muzhoffar Akhwan (Penguatan Pendidikan Karakter)
Penguatan pendidikan moral (moral education) atau pendidikan karakter (character education) dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di negara kita. Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas.
Krisis  yang melanda pelajar (juga elite politik) mengindikasikan bahwa pendidikan agama dan moral yang didapat di bangku sekolah (kuliah) tidak berdampak terhadap perubahan perilaku manusia Indonesia. Bahkan yang terlihat adalah begitu banyak manusia Indonesia yang tidak koheren antara ucapan dan tindakannya. Kondisi demikian, diduga berawal dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan.
Demoralisasi terjadi karena proses pembelajaran cenderung mengajarkan pendidikan moral dan budi pekerti sebatas teks dan kurang mempersiapkan siswa untuk menyikapi dan menghadapi kehidupan yang kontradiktif. Dalam konteks pendidikan formal di sekolah/madrasah, bisa jadi salah satu penyebabnya karena pendidikan di Indonesia lebih menitik beratkan kepada pengembangan intelektual atau kognitif semata, sedangkan aspek soft skill atau nonakademik sebagai unsur utama pendidikan moral belum diperhatikan.
Padahal, pencapaian hasil belajar siswa tidak dapat hanya dilihat dari ranah kognitif dan psikomotorik, sebagaimana selama ini terjadi dalam praktik pendidikan kita, tetapi harus juga dilihat dari hasil afektif, Ketiga ranah berhubungan secara resiprokal, meskipun kekuatan hubungannya bervariasi dari satu kasus ke kasus yang lain. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas pencapaian hasil kognitif terjadi sejalan dengan efektivitas pencapaian ranah afektif.
Dalam Renstra Kemendiknas 2010-2014  telah dicanangkan visi penerapan pendidikan karakter, maka diperlukan kerja keras semua pihak, terutama terhadap program-program yang memiliki kontribusi besar terhadap peradaban bangsa harus benar-benar dioptimalkan. Namun, penerapan pendidikan karakter di sekolah/ madrasah memerlukan pemahaman tentang konsep, teori, metodologi dan aplikasi yang relevan dengan pembentukan karakter (character building) dan pendidikan karakter (character education).

F. Implementasi Pendidikan Karakter Menurut Lickona
1. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter telah menjadi perhatian berbagai negara dalam rangka mempersiapkan generasi yang berkualitas, bukan hanya untuk kepentingan individu warga negara, tetapi juga untuk warga masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan karakter dapat diartikan sebagai the deliberate us of all dimensions of school life to foster optimal character development (usaha kita secara sengaja dari seluruh dimensi kehidupan sekolah/madrasah untuk membantu pembentukan karakter secara optimal).
Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakan bahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan. Bagan dibawah ini merupakan bagan keterkaitan ketiga kerangka pikir ini.
Karakter yang baik menurut Lickona:
Berdasarkan tujuan pendidikan nasional, maka pendidikan karakter  adalah suatu program pendidikan (sekolah dan luar dekolah) yang mengorganisasikan dan menyederhanakan sumber-sumber moral dan disajikan dengan memerhatikan pertimbangan psikologis untuk pertimbangan pendidikan.
Tujuan pendidikan karakter adalah mengajarkan nilai-nilai tradisional tertentu, nilai-nilai yang diterima secara luas sebagai landasan perilaku yang baik dan bertanggung jawab. Nilai-nilai ini juga digambarkan sebagai perilaku moral. Pendidikan karakter selama ini baru dilaksanakan pada jenjang pendidikan pra sekolah/madrasah (taman kanak-kanak atau raudhatul athfāl). Sementara pada jenjang sekolah dasar dan seterusnya kurikulum di Indonesia masih belum optimal dalam menyentuh aspek karakter ini, meskipun sudah ada materi pelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan. Padahal jika Indonesia ingin memperbaiki mutu sumber daya manusia dan segera bangkit dari ketinggalannya, maka Indonesia harus merombak sistem pendidikan yang ada, antara lain memperkuat pendidikan karakter.
Strategi pembelajaran yang berkenaan dengan moral knowing akan lebih banyak belajar melalui sumber belajar dan nara sumber. Pembelajaran moral loving akan terjadi pola saling membelajarkan secara seimbang di antara siswa. Sedangkan pembelajaran moral doing akan lebih banyak menggunakan pendekatan individual melalui pendampingan pemanfaatan potensi dan peluang yang sesuai dengan kondisi lingkungan siswa. Ketiga strategi pembelajaran tersebut sebaiknya dirancang secara  sistematis agar para siswa dan guru dapat memanfaatkan segenap nilai-nilai dan moral yang sesuai dengan potensi dan peluang yang tersedia di lingkungannya.
Dengan demikian, hasil pembelajarannya ialah terbentuknya kebiasaan berpikir  dalam arti peserta didik memiliki pengetahuan, kemauan dan keterampilan dalam berbuat kebaikan. Melalui pemahaman yang komprehensif ini diharapkan dapat menyiapkan pola-pola manajemen pembelajaran yang dapat menghasilkan anak didik yang memiliki karakter yang kuat dalam arti memiliki ketangguhan dalam keilmuan, keimanan, dan perilaku shaleh, baik secara pribadi maupun sosial.
2. Konsep Kurikulum
Kurikulum merupakan rencana tertulis yang berisi tentang ide-ide dan gagasan-gagasan yang dirumuskan oleh pengembang kurikulum. Kurikulum dapat diartikan sebagai sebuah dokumen perencanaan yang berisi tujuan yang harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan peserta didik, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen yang dirancang dalam kehidupan  nyata.
Komponen-komponen  kurikulum saling berkaitan dan saling mempengaruhi, terdiri dari tujuan yang menjadi arah pendidikan, komponen pengalaman belajar, komponen strategi pencapaian tujuan, dan komponen evaluasi. Kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang memberikan arah dan tujuan pendidikan.
Di era kurikulum 2013 yang pembelajarannya ebih mendapatkan penegasan pada kewenangan guru untuk menentukan indikator, pengalaman belajar, dan rangkaian belajar yang bisa mengantarkan tercapainya Kompetensi Dasar dan Standar Kompetensi yang sudah dibuat oleh pemerintah pusat.  Bahkan untuk pendidikan agama (PAI) dan pendidikan kewarganegaraan sudah mendapatkan pembobotan yang jelas, yakni PAI dengan akhlak mulia atau budi pekerti dan PPKN terkonsentrasi pada kepribadian. Kalau saja mata pelajaran ini bisa diturunkan dalam pembelajaran nyata di sekolah/madrasah, dengan fokus dan pendekatan yang jelas pada akhlak mulia, budi pekerti, dan kepribadian, seharusnya sudah bisa memberi harapan yang jauh lebih baik untuk memperbaiki akhlak siswa dibanding dengan harapan pada kurikulum sebelumnya. Namun untuk melakukan penguatan bagi perubahan perilaku peserta didik yang semakin berakhlak yang mengarah pada perolehan nilai-nilai hidup, bukan semata-mata nilai angka yang hanya menggambarkan prestasi akademik, bukan belajar untuk berprestasi dalam kehidupan.
Desain kurikulum pendidikan karakter bukan sebagai teks bahan ajar yang diajarkan secara akademik, tetapi lebih merupakan proses pembiasaan perilaku bermoral. Nilai moral dapat diajarkan secara tersendiri maupun diintegrasikan dengan seluruh mata pelajaran dengan mengangkat moral pendidikan atau moral kehidupan, sehingga seluruh proses pendidikan merupakan proses moralisasi perilaku peserta didik. Bukan proses pemberian pengetahuan moral, tetapi suatu proses pengintegrasian moral pengetahuan.  
Pendidikan karakter dipahami sebagai upaya menanamkan kecerdasan dalam berpikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengalaman dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur  yang menjadi jati dirinya. Penamaan pendidikan karakter tidak bisa hanya sekedar transfer ilmu pengetahuan atau melatih suatu keterampilan tertentu. Pendidikan karakter perlu proses, contoh teladan, pembiasaan atau pembudayaan dalam lingkungan peserta didik dalam lingkungan sekolah/madrasah, keluarga, lingkungan masyarakat, mapun lingkungan media massa.
Dari pengalaman ada dua pendekatan dalam pendidikan karakter, yaitu: (1) Karakter yang diposisikan sebagai mata pelajaran tersendiri; dan (2) Karakter yang built- in dalam setiap mata pelajaran. Sampai saat ini, pendekatan pertama ternyata lebih efektif dibandingkan pendekatan kedua. Salah satu alasannya ialah karena para guru mengajarkan masih seputar teori dan konsep, belum sampai ke ranah metodologi dan aplikasinya dalam kehidupan. Idealnya, dalam setiap proses pembelajaran mencakup aspek konsep (hakekat), teori (syare’at), metode (tharekat) dan aplikasi (ma’rifat). Jika para guru sudah mengajarkan kurikulum secara komprehensif melalui konsep, teori, metodologi dan aplikasi setiap bidang studi, maka kebermaknaan yang diajarkannya akan lebih efektif dalam menunjang pendidikan karakter.
Nilai-nilai karakter antara lain:
a. Cinta kepada Allah dan alam semesta beserta isinya;
b. tanggung jawab, disiplin dan mandiri;
c. jujur;
d. hormat dan santun;
e. kasih sayang, peduli, dan kerja sama;
f. percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah;
g. keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, dan toleransi, cinta damai, dan persatuan. Untuk implementasinya memerlukan kajian dan aplikasi nilai-nilai yang terkandung dalam karakter bangsa pada kegiatan pembelajaran di sekolah/madrasah.
Integrasi nilai karakter bangsa pada kegiatan pembelajaran dapat dilakukan melalui tahap-tahap perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
Implementasi:
Proses pembelajaran pendidikan karakter secara terpadu bisa dibenarkan karena sejauh ini muncul keyakinan bahwa anak akan tumbuh dengan baik jika dilibatkan secara alamiah dalam proses belajar. Istilah terpadu dalam pembelajaran berarti pembelajaran menekankan pengalaman belajar dalam konteks yang bermakna. Pengajaran terpadu dapat didefinisikan: suatu konsep dapat dikatakan sebagai pendekatan belajar yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran terpadu, peserta didik  akan memahami konsep yang dipelajari melalui pengalam langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah dipahaminya melalui kesempatan mempelajari apa yang berhubungan dengan tema atau peristiwa autentik (alami).
Dengan demikian, ciri pendidikan terpadu adalah: (1) berpusat pada peserta didik; (2) memberikan pengalam langsung  kepada peserta didik; (3) pemisahan bidang studi tidak begitu jelas; (4) menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam suatu proses pembelajaran; (5) bersifat luwes, dan (6) hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik.
Integrasi pembelajaran dapat dilakukan dalam substansi materi, pendekatan,  metode, dan model evaluasi yang dikembangkan. Tidak semua substansi materi pelajaran cocok untuk semua karakter yang akan dikembangkan, perlu dilakukan seleksi materi dan sinkronisasi dengan karakter yang akan dikembangkan. Pada prinsipnya semua mata pelajaran dapat digunakan sebagai alat untuk mengembangkan semua karakter peserta didik, namun agar tidak terjadi tumpang-tindih dan terabaikannya salah satu karakter yang akan dikembangkan, perlu dilakukan pemetaan berdasarkan kedekatan materi dengan karakter yang akan dikembangkan.
Dalam pendidikan karakter, pemodelan atau pemberian teladan merupakan strategi yang biasa digunakan. Untuk dapat menggunakan strategi ini ada dua syarat harus dipenuhi. Pertama, guru harus berperan sebagai model yang baik bagi peserta didik  dan anaknya. Kedua, peserta didik harus meneladani orang terkenal yang berakhlak mulia, misalnya Nabi Muhammad saw. Cara guru menyelsaikan masalah dengan adil, menghargai pendapat anak dan mengeritik orang lain dengan santun, merupakan perilaku yang secara alami dijadikan model bagi anak.
Inkulkasi dan metode keteladanan  mendemonstrasikan kepada peserta didik merupakan cara terbaik untuk mengatasi berbagai masalah; orang akan melakukan proses identifikasi, meniru, dan memeragakannya. Dengan metode pembiasaan, seseorang akan memiliki komitmen yang hebat. Pembiasaan dalam penanaman moral merupakan tahapan penting yang seyogianya menyertai perkembangan setiap mata pelajaran. Mengajari moral tanpa pembiasaan melakukannya, hanyalah menabur benih ke tengah lautan, karena moral bukan sekedar pengetahuan, tetapi pembiasaan bermoral. Fasilitasi melatih peserta didik mengatasi masalah-masalah tersebut. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan peserta didik dalam melaksanakan metode fasilitasi membawa dampak positif pada perkembangn kepribadian peserta didik.
Pembelajaran moral bagi peserta didik akan lebih efektif apabila disajikan dalam bentuk gambar, seperti film, sehingga peserta didik bukan saja menangkap maknanya dari pesan verbal mono-pesan, melainkan bisa menangkap pesan yang multi-pesan dari gambar, keterkaitan antargambar dan peristiwa dalam alur cerita yang disajikan. Contoh: penyampaian pesan bahwa narkoba itu harus dihindari, maka tayangan  tentang derita orang-orang yang dipenjara karena korban narkoba jauh lebih bermakna daripada disampaikan secara lisan, melalui metode ceramah. Namun demikian, bila ingin lebih mendalam tingkat penerimaan mereka, bisa dilanjutkan dengan metode renungan (al-muhasabah) setelah terkondisikan dengan baik melalui cerita dalam film yang baru saja ditayangkan.
Kecerdasan, keterampilan, dan ketangkasan seseorang berbeda-beda, sebagaimana perbedaan dalam temperamen dan wataknya. Ada yang memiliki temperamen tenang, mudah gugup atau grogi. Ada yang mudah paham dengan isyarat saja apabila salah dan ada yang tidak bisa berubah, kecuali setelah melihat mata membelalak, bahkan dengan bentakan, ancaman, dan hukuman secara fisik. Sekalipun hukuman pukulan merupakan salah satu metode dalam pendidikan, seyogianya guru tidak menggunakannya sebelum mencoba dulu dengan cara lain.
Beberapa keterampilan yang diperlukan agar seseorang dapat mengamalkan nilai yang dianut sehingga berperilaku konstruktif dan bermoral dalam masyarakat. Keterampilan tersebut antara lain:
Keterampilan berpikir kritis, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Mencari kejelasan pernyataan atau pertanyaan;
b. Mencari alasan;
c. Mencoba memperoleh informasi yang benar;
d. Menggunakan sumber yang dapat dipercaya;
e. Mempertimbangkan keseluruhan situasi;
f. Mencari alternatif;
g. Bersikap terbuka..
Pendidikan yang hakiki merupakan ikhtiat untuk memperoleh nilai hidup, bukan nilai angka sebagaimana lazimnya saat ini, tetapi menghasilkan makna dari setiap pengetahuan  yang dipelajarinya. Pemerolehan makna menjadi ukuran dari setiap proses pembelajaran. Tak ada proses belajar, bila belum menghasilkan rekonstruksi makna baru yang dapat memberikan pencerahan bagi si pembelajar.

G. Implementasi Konsep Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara
Tokoh ini sangat identik dengan pendidikan di Indonesia.  Dia dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Hari lahirnya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya pun dipakai oleh Departemen Pendidikan RI sebagai jargon, yaitu tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarsa sung tulada (di belakang memberi dorongan, di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa, di depan memberi teladan).
Ki Hajar Dewantara dilahirkan di Yogyakarta (2 Mei 1889) dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Semasa kecilnya, RM Soewardi Soeryaningrat sekolah di ELS (SD Belanda). Kemudian, ia melanjutkan ke STOVIA (sekolah dokter bumiputra), namun tidak tamat. Setelah itu, dia bekerja sebagai wartawan di Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Tulisan-tulisannya sangat tajam dan patriotik sehingga membangkitkan semangat anti penjajahan.
Sekembalinya ke tanah air, bersama rekan-rekannya, RM Soewardi Soeryaningrat mendirikan Perguruan Nasional Tamansiswa (3 Juli 1922). Perguruan ini mendidik para siswanya untuk memiliki nasionalisme sehingga mau berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Demi memuluskan langkahnya-langkahnya, RM Soewardi Soeryaningrat pun berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara. Sebagai seorang bangsawan yang berasal dari lingkungan Kraton Yogyakarta dan dengan gelar RM di depan namanya, dia kurang leluasa bergerak.
Aktivitas Tamansiswa pun ditentang oleh Pemerintah Belanda melalui Ordonasi Sekolah Liar pada 1932. Dengan gigih RM Soewardi Soeryaningrat pun berjuang hingga ordonansi itu dicabut. Sambil mengelola Tamansiswa, RM Soewardi Soeryaningrat tetap rajin menulis. Namun bukan lagi soal politik, melainkan soal pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.
Tahun 1943, ketika Jepang menduduki Indonesia, Ki Hajar Dewantara bergabung ke Pusat Tenaga Rakyat (Putera). Di organisasi tersebut, dia menjadi salah seorang pimpinan bersama Soekarno, Muhammad Hatta, dan K.H. Mas Mansur. Setelah Indonesia merdeka, ia pun dipercaya menjabat Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan yang pertama. Berbagai aktivitasnya dalam memperjuangkan pendidikan  di tanah air sebelum hingga Indonesia merdeka tersebut, membuatnya dianugerahui gelar doktor kehormatan oleh Universitas Gadjah Mada (1957).
Ki Hajar Dewantara meninggal pada 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di Kampung Celeban (Yogyakarta). Kemudian, atas jasa-jasanya, pendiri Taman siswa itu ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional. Ki Hajar Dewantara pun mendapat gelar Bapak Pendidikan Nasional dan tanggal kelahirannya, 02 Mei ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Ki Hajar Dewantara membedakan antara pendidikan (opvoeding) dengan pengajaran (onderwijs). Pengajaran adalah pendidikan dengan memberikan ilmu pengetahuan dan memberikan keterampilan yang mempengaruhi kecerdasan pada anak-anak, yang bermanfaat untuk hidup lahir batin anak-anak (Tauchid dkk.,1962:20).
Sementara yang dinamakan pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara adalah upaya kebudayaan yang berazaskan keadaban untuk memberikan dan memajukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dantubuh anak yang selaras dengan dunianya. Oleh sebab itu segala alat, usaha, dancara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya keadaan yang tersimpan dalam adat istiadat setiap rakyat Dewantara, 1962:14-15; Tauchid dkk., 1962:20, 166).
Pendidikan hanya merupakan sebuah tuntunan, dimana pertumbuhan hidup anak tidak ditentukan oleh kehendak pendidik. Ki Hadjar Dewantara menyarankan agar pendidik hanya menuntun pertumbuhan dan hidupnya agar dapat bertambah baik budi pekertinya (Tauchid dkk., 1962:21).
Ki Hadjar Dewantara (1957:42-43) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan adalah memajukan kesempurnaan hidup, yaitu kehidupan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Oleh sebab itu pendidik  menuntun anak pada kehidupan  yang selaras  dengan alam  dan masyarakatnya.

BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidikan syarat mutlak apabila manusia ingin tampil dengan sifat-sifat hakikat manusia yang dimilikinya. Untuk bisa bersosialisasi anatar sesama manuasia diperlukan pendidikan. Definisi tentang pendidikan banyak ragamnya, definisi yang satu dapat berbeda dengan yang lainnya. Yang terpenting dari semua itu adalah bahwa pendidikan harus dilaksanakan secara sadar, memounyai tujuan yang jelas, dan menjamin terjadinya perubahan kea rah yang lebih baik. Sedangkan pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama, yang disebut dengan Implementasi Konsep Pendidikan. Ini berarti bahwa  keberhasilan  pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung pada bagaimana proses pembelajaran sebagai implentasi pendidikan dapat berlangsung secara efektif.
Sistem pendidikan yang dikembangkan disuatu negara hendaknya dapat menjadi wadah yang sesuai dengan perkembangan peserta didik. Beberapa pendapat toko diatas adalah konsep yang dapat dijadikan acuan/ pedoman dalam menyeleggarakan dan memajukan pendidikan.






DAFTAR PUSTAKA

Rostitawati, Tita. Konsep Pendidikan John Dewey. IAIN Sultan Amai: Gorontalo
Rohman, Arif. 2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Mediatama
Sukardjo, M dan Komarudin Ukim. 2009. Landasan Pendidikan. Rajawali Pers: Jakarta
Syarifudin, Tatang.  2009.  Landasan Pendidikan.  Jakarta:  Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI
Tauchid, Moch., Soeratman, Sajoga, Ratih S. Lahade, Soendoro, Abdurrachman Surjoamihardjo. 1962. Karya K.H. Dewantara, Bagian Pertama: Pendidikan. Yogyakarta: Madjelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

0 Response to "IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MENURUT PARA AHLI "

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel